Pentingnya
Pendidikan Seks Bagi Remaja Gereja
A. Deskripsi
Kasus
Si
A merupakan anak bungsu dari suatu keluarga yang hidupnya biasa-biasa saja. Ayahnya bekerja sebagai seorang pekerja kasar
di pelabuhan, dan ibunya sebagai seorang pembantu rumah tangga. Mereka adalah orang-orang sederhana yang
berjuang dan bergumul untuk mempertahankan kehidupan di dunia ini, dan setia
dalam kegiatan-kegiatan ibadah di gereja. Si A bersama kedua orangtua dan
saudara-saudaranya tinggal di Fakfak daerah Propinsi Papua Barat. Lingkungan tempat tinggal mereka terdiri dari
orang-orang yang berbeda suku, budaya dan agama, dan perbedaan status sosial.
Lingkungan tempat tinggal ini pun menggambarkan sebuah kemajemukan, dari sisi
suku, budaya agama dan status sosial.
Pada suatu hari, si A dikeluarkan dari
sekolah, karena ia hamil. Kehamilannya
memberi dampak pada kehidupan sosial yang mereka rasakan, yakni malu, dan
merasa minder atau dikucilkan karena persoalan yang terjadi, bahkan para
tetangga melihat dan menganggap mereka rendah karena persoalan anaknya. Kedua orangtuanya tidak bisa berbuat banyak,
hanya menerima nasib yang menimpa anak mereka, walau mereka sendiri merasa
malu, dan sempat menarik diri dari persekutuan di Gereja, bahkan si A merasa malu
untuk melanjutkan pendidikan katekisasi di gereja. Dalam situasi demikian, kedua orangtua hanya
pasrah dan tetap menjalani hidup ke depan, walau nasib buruk menimpa anak
mereka yang bungsu.
Seiring perjalanan waktu
di usia kehamilan si A sekitar 6 bulan, ia mengalami kecelakaan
yakni saat ke kamar kecil, si A terpeleset dan jatuh, yang mengakibatkan anak
yang dikandungnya keluar dari rahim karena benturan yang cukp keras, dan anaknya
meninggal.
Melihat
kejadian ini, maka Gereja, yakni Pendeta dan majelis jemaat melakukan
pelayanan, serta ibadah pemakaman terhadap anak si A yang berusia 6 bulan,
serta pihak gereja melakukan pendampingan pastroral kepada keluarga, dan kepada
si A, untuk tetap tegar menjalani hidup ini dan bersandar pada Tuhan, dan melakukan pendekatan agar si A
kembali aktif sebagai murid katekisasi pada jemaat tersebut.
B. Pengertian Seks dan
Seksualitas
Dengan melihat pada deskripsi kasus di
atas, maka pendidikan seks kepada remaja/pemuda gereja itu sangat penting. Pada point ini akan dikaji pengertian seks dan seksualitas.
Secara
etimologi kata seks berasal dari bahasa Yunani yakni porneia. Dalam bahasa
Inggris kata sex berarti jenis kelamin. Dari kata porneia
maka
muncullah istilah pornografi. (John Piper
& Justin Taylor, 2008:2).
Seks adalah alat kelamin yang mengacu pada sifat-sifat bilogis yang secara
kasat mata berbentuk fisik yang mendefenisikan manusia sebagai perempuan atau
laki-laki. Istilah seks seringkali
diartikan sebagai kegiatan Seksual tetapi dalam konteks perbincangan tentang
seksualitas, seks diartikan sebagai jenis kelamin. Penggolongan jenis kelamin yakni laki-laki
dan perempuan.
Sebelum abad 20, jenis
kelamin sesorang hanya ditentukan dari penampilan alat kelaminnya, tetapi
sejalan dengan pemahaman orang akan kromosom dan gen, maka kromosom dan gen
digunakan untuk membantu menentukan
jenis kelamin sesorang. Mereka yang
digolongkan (Modul B-3 ISI- Seks, Seksualitas dan
Jender.pmd
pppl.depkes.go.id/_.../Modul_B-3_-Seks,_Seksualitas).
Defenisi WHO (2002) dalam tulisan Dr. Argyo Demartoto, M.Si,, seks mengacu pada sifat-sifat
biologis yang mendefenisikan manusia sebagai perempuan ataupun laki-laki.
,(PDF]Seksualitas danBudayapdfDr.ArgyoDemartoto,M.Si
argyo.staff.uns.ac.id/files/2010/.../seksualitas-undip.pd)
Sedangkan seksualitas
merupakan salah satu aspek dalam kehidupan manusia sepanjang hidupnya yang
berkaitan dengan alat kelamin. Seksualitas dialami dan diungkapkan dalam pikiran,
khayalan, gairah, kepercayaan, sikap, nilai, perilaku, perbuatan, peran dan
hubungan. Modul B-3 ISI- Seks, Seksualitas dan
Jender.pmd
pppl.depkes.go.id/_.../Modul_B-3_-Seks,_Seksualitas).
Menurut Borrong,
(2006:26) Dalam seksualitas, manusia
menjadi manusia yang sesungguhnya karena perjumpaan. Seksualitas membuat pria dan wanita
benar-benar mengalami perjumpaan maka seksualitas dianggap sebagai perjumpaan
yang intim.
Dengan
melihat pada beberapa pandangan di atas, maka menurut penulis, seks itu merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari manusia dan melekat pada diri manusia, yang mencirikan pada
sifat biologis dalam bentuk fisik adalah menunjukkan perbedaan kelamin antara laki-laki dan
perempuan. Sedangkan seksualitas
mengandung pengertian yang lebih luas.
Ada perbedaan pengertian antara seks dan seksualitas yakni :
Ø Seks tidak sama dengan
seksualitas
Ø Seks adalah jenis
kelamin yang menggambarkan perbedaan antara laki-laki dan perempuan, sedangkan
seksualitas lebih menunjuk pada arti yang lebih luas, yang merupakan komponen
dari seks yang lebih menunjuk pada
dorongan, peran, perilaku atau hubungan.
C. Seks Menurut Etika
Kriten
Sebelum membahas topik “ Seks menurut
iman Kristen” maka perlu dijelaskan
disini pengertian tentang etika. Menurut
Borrong, (2006:1) etika ialah ilmu yang mempelajari baik buruk dalam pikiran,
perkataan, dan perbuatan manusia. Seks
adalah salah satu perilaku manusia yang berusan dengan etika. Seks melekat pada hidup manusia, sebagai
manusia maka perilaku yang berurusan dengan seksualitas perlu disoroti dari
sudut pandang etika.
Menurut Borrong, (2006:1) Bagi iman Kristen,
pengetahuan etika mengenai seks bersumber dari Alkitab. Dalam konteks Alkitab dan seks, maka
pertanyaan yang akan dijawab dalam tulisan singkat ini : Apakah yang
dikehendaki Allah dengan seksualitas manusia? Apakah seks itu baik atau buruk?
Menurut Abineno, (2002 :
11), seksual sepenuhnya diterima sebagai sesuatu yang berasal dari Allah. Semua itu adalah ciptaanNya, ciptaanNya yang
baik.
1.
Seks Menurut
Perjanjian Lama
Dalam narasi penciptaan ada dua cerita
tentang seksualitas. Narasi pertama
dalam
Kejadian 1
: 1 – 12a, menekankan tentang seksualitas, bahwa seks itu baik.
Seks itu baik, karena seks merupakan bagian integral dari seluruh
ciptaan yang dinyatakan sungguh amat baik,
(Kejadian 1 : 31). Narasi
penciptaan menekankan bahwa manusia diciptakan sebagai makhluk seksual. Manusia
diciptakan sebagai laki-laki dan perempuan, dan dalam perbedaan seks itu mereka mencerminkan Allah. “ maka Allah
menciptakan manusia itu menurut gambarNya, menurut gambar Allah diciptakanNya
dia laki-laki dan perempuan, diciptakanNya mereka (Kejadian 1 : 27). Hal ini
memperlihatkan bahwa seksualitas itu tidak hanya sesuatu yang baik, tetapi
sekaligus mencitrakan kesucian dan kekudusan Allah.
Narasi
kedua dalam Kejadian 2 : 18, dengan
jelas menekankan alasan mengapa dan untuk apa seksualitas diciptakan. Dalam
teks ini dijelaskan perempuan diciptakan supaya laki-laki tidak kesepian dan
membutuhkan teman hidup. Tujuannya agar terjadi komunitas manusia yang
dinyatakan dalam kesatuan daging dan tulang, (Kejadian 2 : 22 – 24). Seks melekat pada diri manusia sebagai
makhluk psikosomatis. Seks bukan tindakan yang didasarkan pada naluri
semata-mata, melainkan perilaku yang harus diatur, dikendalikan, dan ditata
sesuai dengan hakekat manusia sebagai gambar/citra Allah.
Menurut
Hershberger, (2008 : 2), seksualitas
merupakan pemberian Allah. Allah membuat kita
bersifat seksual baik sebagai orang yang serupa maupun yang berbeda jenis
kelamin. Tetapi masing-masing kita
adalah makhluk seksual. Seksual telah diberikan kepada kita. Hal itulah
merupakan dasar yang membuat kita sebagaimana kita adanya. Seksual kita dari Allah, dan keberadaan manusia sepanjang hidupnya adalah
mahluk seksual. Seksualitas menjadi misteri yang terus hadir dalam kehidupan
manusia yang akan semakin terbuka seiring dengan proses pertumbuhan dan
perkembangan usia. Dalam proses tersebut, manusia dibimbing kepada pengertian
akan keberadaannya sebagai makhluk seksual dalam seluruh aspek kehidupan seksualitas itu pemberian Allah. Pemberian
Allah ini menyatu dengan keberadaan kita manusia. Sedangkan menurut Abineno
(2002:11) seksualitas itu adalah sesuatu yang berasal dari Allah, semua itu
adalah ciptaanNya yang baik.
2. Seks Menurut Perjanjian baru
Menurut Borrong, (2006:6) Perjanjian Baru tidak
berbicara tentang hakekat dan tujuan seksualitas tetapi berefleksi tentang
perilaku sekssual dan menyorotinya atas dasar Perjanjian Lama dan Yesus
Kristus. Perjanjian Baru membicarakan
hakekat seksualitas dengan menunjuk pada narasi penciptaan, (Matius 19 : 1-12).
Hubungan seks dilegitimasi dalam pernikahan sebagai hubungan yang berisi
kesatuan permanen yang diselenggarakan oleh Tuhan sendiri : APa yang telah
dipersatukan Allah tidak boleh diceraikan manusia, (ayat 6). Tuhan Yesus juga menghargai perkawinan dan
memandangnya diberkati oleh Allah.
Bersama dengan para murid-Nya, Yesus
merayakan pesta perkawinan di Kana, mengubah air menjadi anggur p dari sejumlah
mujizat perta dilakukan Yesus (Yoh. 2:1-11).
Di dalam Perjanjian Baru ditekankan makna kesucian dan kekudusan
seksualitas tetapi tidak mengingkari keunggulan kasih dan pengampunan.
Penyimpangan seksualitas dipandang sebagai bagian realitas keberdosaan dan
kelemahan manusiawi. Maka yang dibutuhkan adalah bukan hukuman melainkan
pengampunan, kesadaran, penyesalan dan pertobatan serta perubahan “ Akupun
tidak menghukum engkau, pergilah dan jangan berbuat dosa lagi.
Dengan demikian Allah menciptakan seksualitas ini sebagai sebuah karunia
yang dimiliki oleh manusia, baik anak-anak maupun orang dewasa. Seks sebagai
anugerah Allah, maka dalam tanggungjawab sebagai orang tua dan gereja senantiasa mendampingi, membimbing
anak-anak dengan baik agar seksualitas
mereka pun dapat berkembang dengan baik.
D.
Perkembangan
Kepribadian Dan Seksualitas Pada Remaja
Pembahasan
tentang remaja, sering dikaitkan dengan suatu fase kehidupan yang dialami oleh
remaja. Hal ini menunjuk pada istilah “ Pubertas “ dan istilah “ puber “ .
Istilah puber biasanya dipakai untuk anak yang memperlihatkan perilaku yang
menyulitkan orang di sekitarnya. Apakah semua anak yang memperlihatkan perilaku
yang menyulitkasn bisa disebut “ puber”?
Sebutan “ puber “ berasal dari puberitas dari bahasa latin. Puberitas
sebenarnya memiliki arti yang terbatas saja pada keadaan di mana terjadi
pertumbuhan rambut pada bagian-bagian tertentu pada tubuh anak. Daerah
kemaluan, ketiak, betis merupakan bagian-bagian tubuh yang menjadi sasaran
utama tumbuhnya rambut. Dan untuk anak laki-laki tumbuhnya kumis, jenggot, dan
cambang yang memunjuk pada perubahan fisik..“ ( Gunarsah, 2002:201).
Gunarsah, (2002:201,224). menjelaskan istilah puber
berasal dari kata “ pubers “ berarti adanya perubahan dalam diri remaja yang
menandakan kematangan fisik. Masa puberitas meliputi masa peralihan dari masa
anak sampai tercapainya kematangan fisik, yakni dari umur 12 tahun sampai 15
tahun. Pada masa ini terlihat
perubahan-perubahan jasmaniah yang berkaitan dengan proses kematangan jenis
kelamin. Terlihat pula adanya perkembangan psikososial berhubungan dengan
berfungsinya sesorang dalam lingkungan sosial, yakni dengan melepaskan diri
dari ketergantungan pada orangtua, pembentukan rencana hidup dan pembentukan
sistim nilai-nilai.
Menurut Hall, dalam
Santrock, (2003 : 10), remaja adalah masa antara usi 12 sampai 23 tahun yang
penuh dengan topan dan tekanan. Topan dan tekanan adalah masa goncangan remaja
yang ditandai dengan konflik dan perubahan susasana hati. Hal menjelaskan bahwa
pikiran, perasaan dan tindakan remaja berubah-ubah antara ksombongan dan
kerendahan hati, baik dan godaan,kebahagiaan dan kesedihan. Hall melihat
perkembangan sebagai sebuah proses biologis yang mengarahkan pada perkembangan
sosial. Perkembangan biologis pada remaja memungkinkan terjadinya tingkah laku
sosial yang lebih kompleks, misalnya berpacaran.
Gunarsah melihat
istilah “ adolescentia “ berasal dari bahasa latin, berbeda pengertian dengan “
pubertas “ yang berkaitan dengan tercapainya kematangan fisik. , Adolescentia
dikaitkan dengan masa yang berbeda-beda. Sedangkan pada masa remaja puteri,
mulai terlihat masa remajanya pada umur 9 atau 10 tahun. Perubahan-perubahan
pada tubuhnya mulai terlihat. Perubahan yang berhubung dengan jenis kelamin dan
kematangan sosial mulai terlihat.
Menurut Hurlock (1981) remaja adalah mereka yang
berada pada usia 12-18 tahun. Monks, dkk (2000) memberi batasan usia remaja
adalah 12-21 tahun. Menurut Stanley Hall (dalam Santrock, 2003) usia remaja
berada pada rentang 12-23 tahun. Berdasarkan batasan-batasan yang diberikan
para ahli, bisa dilihat bahwa mulainya masa remaja relatif sama, tetapi
berakhirnya masa remaja sangat bervariasi. Bahkan ada yang dikenal juga dengan
istilah remaja yang diperpanjang, dan remaja yang diperpendek. Remaja adalah
masa yang penuh dengan permasalahan. Statemen ini sudah dikemukakan jauh pada masa
lalu yaitu di awal abad ke-20 oleh Bapak Psikologi Remaja yaitu Stanley Hall.
Pendapat Stanley Hall pada saat itu
yaitu bahwa masa remaja merupakan masa badai dan tekanan (storm and stress) sampai sekarang masih banyak dikutip
orang.
Menurut Erickson masa remaja adalah
masa terjadinya krisis identitas atau pencarian identitas
diri. Gagasan Erickson ini dikuatkan oleh James Marcia yang menemukan bahwa ada
empat status identitas diri pada remaja yaitu identity diffusion/ confussion,
moratorium, foreclosure, dan identity achieved (Santrock,
2003, Papalia, dkk, 2001, Monks, dkk, 2000, Muss, 1988). Karakteristik remaja
yang sedang berproses untuk mencari identitas diri ini juga sering menimbulkan
masalah pada diri remaja.
Penulis, melihat masa remaja ini adalah
masa peralihan dari masa anak-anak untuk beralih ke masa remaja. Dan masa ini ditandai dengan perubahan dan
perkembangan baik anak laki-laki maupun anak perempuan. Hal ini menggambarkan
bahwa persiapan untuk memasuki masa dewasa terlihat adanya perubahan-perubahan
fisik, perubahan hubungan sosial, pembentukan karakter dan jati diri pada masa
remaja ini. Perkembangan dan perubahan fisik pada masa remaja ini pun berkaitan
dengan jenis kelamin dan kematangan seksual dan menyentuh aspek kehidupannya
secara normal.
Masa Remaja merupakan
masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Gunarsah menjelaskan
bahwa masa transisi ini dinampakkan dalam tanda-tanda puberitas yang
menunjukkan aktivitas kerja kelenjar hormon yang makin giat yang memberi dampak
pada perubahan-perubahan bentuk tubuh. Perubahan fisik yang dipengaruhi aspek
biologis alat kelaminnya (suara membesar, pembesaran jakun, tumbuh rambut di
tempat tertentu, menghasilkan sperma, dan lain-lain). Itulah sebabnya kata
puberitas digeneralisasikan sebagai tanda-tanda kedewasaan.
Perubahan buah dada (pada wanita)
Menurut Gunarsah
((2002:201,225), perubahan buah dada yang
menunjukkan perkembangan merupakan aspek penting dalam perubahan tubuh
kea rah kedewasaan bagi seorang wanita. Sulit untuk menentukan mana yang lebih
dulu menunjukkan perubahan, buah dada ataukah menstruasi yang pertama? Pada
beberapa anak remaja, menstruasi mengawali perkembangan seksual, kemudian
perkembangan dan pertumbuhan buah dada, namun ada sebagian remaja berlaku
sebaliknya.. Menstruasi awal adalah kejadian yang penting dalam kehidupan seorang wanita.
Pertumbuhan Penis dan buah zakar (pada laki-laki)
Pertumbuhan buah zakar
berlangsung lebih awal dari pertumbuhan penis. Kecepatan perbedaan pertumbuhan
penis yang paling menyolok adalah antara usia empat belas menuju lima belas
tahun, (Gunarsah, 2002:225).
E. Peran PAK Dalam
Pendidikan Seksual Bagi Remaja Gereja
1. PAK sebagai Tugas
Gereja
Istilah PAK (Pendidikan Agama Kristen) sudah menjadi topik yang sangat penting.
Istilah PAK ini mengandung pengertian dan makna yang sangat dalam, sebab di
dalam istilah PAK mengandung unsur “ mendidik “. Menurut Nuhamara, (2009:8), dalam
istilah PAK mengandung tiga knonsep kata kunci yang penting yakni : “
Pendidikan, Agama (wi) dan Kristen “.
Hal ini menjelaskan bahwa di dalam PAK ada usaha untuk mendidik, yakni
usaha yang dilakukan secara sadar, sistimatis dan berkesinambungan yang bersifat religius, yakni mendidik dalam
dimensi religius manusia. Karena itu PAK, berkaitan erat dengan mendidik,
membimbing dan menghentar nara didik untuk mengenal kasih Allah di dalam Yesus
Kristus. Sehingga dengan melihat dan memahami hakekat PAK ini, maka ini menjadi
tugas Gereja untuk
melakukan pendidikan.
Menurut Enklar,
Homrighausen, (2012 : 20) PAK adalah tugas gereja yang sangat penting, yakni
menitikberatkan pada pendidikan yang seharusnya dilaksanakan oleh gereja
sendiri.
Gereja sebagai
satu persekutuan orang-orang yang dipanggil keluar dari kegelapan menuju pada
terang Kristus yang ajaib, hal ini berarti bahwa umat dididik untuk
hidup dan percaya kepada Yesus Kristus, sehingga menjadi seorang murid Yesus yang berkualitas hidupnya dan
dewasa dalam imannya. Menurut Nuhamara, (2007 : 29), tujuan pendidikan di dalam gereja untuk menolong anggota gereja
bertumbuh menuju kedewasaan kristen.
Gereja bertanggungjawab “ menyelenggarakan pendidikan bagi umatnya “.
Mandat untuk menyelenggarakan pendidikan itu terdapat di dalam Ulangan 6 : 4 –
9, 11 : 1 – 22, dan Matius 28 : 19.
Menurut Pazmino, (2012 : 19), mandat
pendidikan di dalam Ulangan 6 : 4 – 9 berisikan kewajiban untuk menyampaikan
perintah-perintah Allah pada generasi selanjutnya. Tujuan akhirnya ialah
menanamkan kasih Allah yang diekspresikan lewat kesetiaan dan ketataatan.
Agar dapat menolong anggota gereja
menuju kedewasaan Kristen dan hidup dalam ketaatan, teristimewa
sebagai ciptaan Allah yang muluia, maka remaja gereja harus dididik untuk memahami dan menghargai dirinya sebagai ciptaan Allah yang
mulia. Karena itu pendidikan seksual itu
penting dilakukan. Menjadi tugas orang
tua, gereja bahkan lembaga pendidikan
baik formal maupun non formal untuk melakukan pendidikan seks kepada remaja gereja, dan dijelaskan dengan pemahaman yang benar
didasarkan pada Aklitab, sehingga anak-anak tidak berpikir bahwa seks adalah
sesuatu yang porno, jijik, atau salah, melainkan adalah pemberian Allah yang sungguh
mulia bagi manusia dalam interaksinya dengan sesama.
2. Pendidikan
Seks bagi Remaja Gereja
a. Pengertian Pendidikan Seks (Sex Education)
Pendidikan
seks (sex education) adalah suatu informasi mengenai persoalan
seksualitas manusia yang jelas dan benar. Informasi itu meliputi proses
terjadinya pembuahan, kehamilan sampai kelahiran, tingkah laku seksual,
hubungan seksual, dan aspek-aspek kesehatan, kejiwaan dan kemasyarakatan.
Menurut Borrong (2006 : 56-57)
pendidikan seks adalah suatu bentuk pembinaan pemahaman diri setiap orang akan
keberadaannya sebagai laki-laki dan perempuan. Dalam konteks teologi Kristen itu berarti pendidikan seksual
adalah pembinaan untuk mengenal diri selaku ciptaan Allah.
b. Pentingnya Pendidikan Seks (
Sex Education)
Selama
ini, jika kita berbicara mengenai seks, maka yang terbersit dalam benak
sebagian besar orang adalah hubungan seks. Padahal, seks itu artinya jenis kelamin yang
membedakan pria dan wanita secara biologis.
Orang pasti akan menganggap tabu jika membicarakan
tentang seks, apalagi di daerah Papua, Papua barat, tabu untuk membicarakan
tentang pendidikan seks. Sebab ada pandangan yang keliru dianggapnya sex
education akan mendorong remaja untuk berhubungan seks. Sebagian besar masyarakat masih berpandangan
stereotype dengan pendidikan
seks (sex education) seolah sebagai suatu hal yang vulgar. http://belajarpsikologi.com/pentingnya-pendidikan-seks-sex-education/.
Realita
menunjukkan bahwa dalam zaman ini ditandai dengan kemajuan di bidang teknologi
dan komunikasi, dengan gaya kehidupan
anak muda zaman ini, banyak remaja gereja yang terjerumus di dalam
masalah seks bebas, narkoba dan lainnya, yang justru menghancurkan hidup mereka
sebagai manusia ciptaan Allah yang mulia.
Dari media-media internet, video, film selalu memberikan informasi yang
berusaha menghancurkan seksualitas manusia.
Diabaikannya pendidikan seks, dapat mengakibatkan remaja gereja
terjerumus dalam penyimpangan seksualitas pada masa mudanya.
Dalam
hubungannya dengan PAK di sekolah, di Gereja dan PAK di dalam keluarga, pendidikan
seks dijelaskan dengan pemahaman yang benar didasarkan pada Aklitab, sehingga
anak-anak tidak berpikir bahwa seks adalah sesuatu yang porno, jijik, atau
salah melainkan adalah pemberian Allah yang sungguh mulia bagi manusia dalam
interaksinya dengan sesama.( Abineno 2001: 46). Pendapat lain mengatakan bahwa Pendidikan Seks (sex education) adalah suatu pengetahuan yang kita
ajarkan mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan jenis kelamin. Ini
mencakup mulai dari pertumbuhan jenis kelamin (Laki-laki atau wanita).
Bagaimana fungsi kelamin sebagai alat reproduksi.
Bagaimana perkembangan alat kelamin itu pada wanita dan pada laki-laki. Tentang
menstruasi, mimpi basah dan sebagainya, sampai kepada timbulnya birahi karena
adanya perubahan pada hormon-hormon. Termasuk nantinya masalah perkawinan,
kehamilan dan sebagainya.
Pendidikan seks atau
pendidikan mengenai kesehatan reproduksi atau yang lebih trend-nya “sex
education” sudah seharusnya diberikan kepada anak-anak yang
sudah beranjak dewasa atau remaja, baik melalui pendidikan formal maupun
informal. Ini penting untuk mencegah biasnya sex education maupun
pengetahuan tentang kesehatan reproduksi di kalangan remaja.
• Untuk mengetahui informasi seksual bagi remaja
• Memiliki kesadaran akan pentingnya memahami masalah
seksualitas
• Memiliki kesadaran akan fungsi-fungsi seksualnya
• Memahami masalah-masalah seksualitas remaja
• Memahami faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya
masalah-masalah seksualitas
Selain itu ada dua faktor mengapa pendidikan
seks (sex education) sangat penting bagi remaja. Faktor pertama adalah
di mana anak-anak tumbuh menjadi remaja, mereka belum paham dengan sex education,
sebab orang tua masih menganggap bahwa membicarakan mengenai seks adahal hal
yang tabu. Sehingga dari ketidak fahaman tersebut para remaja merasa tidak
bertanggung jawab dengan seks atau kesehatan anatomi reproduksinya.
Faktor kedua, dari
ketidakfahaman remaja tentang seks dan kesehatan anatomi reproduksi mereka, di
lingkungan sosial masyarakat, hal ini ditawarkan hanya sebatas komoditi,
seperti media-media yang
menyajikan hal-hal yang bersifat pornografi, antara lain, VCD, majalah,
internet, bahkan tayangan televisi pun saat ini sudah mengarah kepada hal yang
seperti itu. Dampak dari ketidakfahaman remaja tentang sex education ini, banyak
hal-hal negatif terjadi, seperti tingginya hubungan seks di luar nikah,
kehamilan yang tidak diinginkan, penularan virus HIV dan
sebagainya. http://belajarpsikologi.com/pentingnya-pendidikan-seks-sex-education/
, ”sex education” memang pantas dimasukkan dalam
kurikulum sekolah atau kurikulum di gereja, agar dapat melakukan pendampingan
dan pembinaan kepada remaja, apalagi remaja yang mengalami masa pubertas. Pendidikan Seks ”Sex education” sangat perlu sekali untuk
mengantisipasi, mengetahui atau mencegah kegiatan seks bebas dan mampu menghindari
dampak-dampak negatif lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Abineno, J.L.CH, 2002.
Seksualitas dan Pendidikan Seksualitas,
Jakarta : BPK gunung Mulia
Borrong Robert, P,
2002, Etika Seksual Kontemporer,
Bandung : Ink Media
Gunarsah
Singgih ,2002. PsikologiPperkembangan: Anak
dan Remaja. Jakarta: BPK. Gunung Mulia.
Hershberger
Anne,K. 2008. Seksualitas Pemberian Allah.
Jakarta : BPK Gunung Mulia
Homrighausen,
E.G. 2012. Pendidikan Agama Kristen,
Jakarta : BPK Gunung Mulia
Hurlock, E.B. (1991). Psikolgi Perkembangan Suatu
Pendekatan Sepanjang Rentang
Nuhamara
Daniel, 2009. Pembimbing PAK. Jawa
Barat : Jurnal Info Media.
Pazimino
Robert, W. 2002 . Fondasi Pendidikan
Kristen,. Jakarta : BPK Gunung Mulia.
Santrock.W. John
Tidak ada komentar:
Komentar baru tidak diizinkan.