Jumat, 02 September 2016

Pentingnya Pendidikan Seks



Pentingnya Pendidikan Seks Bagi Remaja Gereja

A. Deskripsi Kasus
        Si A merupakan anak bungsu dari suatu keluarga yang hidupnya biasa-biasa saja.  Ayahnya bekerja sebagai seorang pekerja kasar di pelabuhan, dan ibunya sebagai seorang pembantu rumah tangga.  Mereka adalah orang-orang sederhana yang berjuang dan bergumul untuk mempertahankan kehidupan di dunia ini, dan  setia  dalam kegiatan-kegiatan ibadah di gereja.  Si A bersama kedua orangtua dan saudara-saudaranya tinggal di Fakfak daerah Propinsi Papua Barat.  Lingkungan tempat tinggal mereka terdiri dari orang-orang yang berbeda suku, budaya dan agama, dan perbedaan status sosial. Lingkungan tempat tinggal ini pun menggambarkan sebuah kemajemukan, dari sisi suku, budaya agama dan status sosial.
                   Pada suatu hari, si A dikeluarkan dari sekolah, karena ia hamil.   Kehamilannya memberi dampak pada kehidupan sosial yang mereka rasakan, yakni malu, dan merasa minder atau dikucilkan karena persoalan yang terjadi, bahkan para tetangga melihat dan menganggap mereka rendah karena persoalan anaknya.  Kedua orangtuanya tidak bisa berbuat banyak, hanya menerima nasib yang menimpa anak mereka, walau mereka sendiri merasa malu, dan sempat menarik diri dari persekutuan di Gereja, bahkan si A merasa malu untuk melanjutkan pendidikan katekisasi di gereja.  Dalam situasi demikian, kedua orangtua hanya pasrah dan tetap menjalani hidup ke depan, walau nasib buruk menimpa anak mereka yang bungsu.
      Seiring perjalanan waktu di  usia kehamilan  si A sekitar 6 bulan, ia mengalami kecelakaan yakni saat ke kamar kecil, si A terpeleset dan jatuh, yang mengakibatkan anak yang dikandungnya keluar dari rahim karena benturan yang cukp keras, dan anaknya meninggal.
        Melihat kejadian ini, maka Gereja, yakni Pendeta dan majelis jemaat melakukan pelayanan, serta ibadah pemakaman terhadap anak si A yang berusia 6 bulan, serta pihak gereja melakukan pendampingan pastroral kepada keluarga, dan kepada si A, untuk tetap tegar menjalani hidup ini dan bersandar pada  Tuhan, dan melakukan pendekatan agar si A kembali aktif sebagai murid katekisasi pada jemaat tersebut.


B. Pengertian Seks dan Seksualitas
       Dengan melihat pada deskripsi kasus di atas, maka pendidikan seks kepada remaja/pemuda gereja itu sangat penting.  Pada point ini akan dikaji pengertian  seks dan seksualitas. 
Secara etimologi kata seks berasal dari bahasa Yunani yakni porneia.  Dalam bahasa Inggris kata sex  berarti  jenis kelamin.  Dari kata porneia maka  muncullah istilah pornografi. (John Piper & Justin Taylor, 2008:2). 
       Seks adalah alat kelamin yang  mengacu pada sifat-sifat bilogis yang secara kasat mata berbentuk fisik yang mendefenisikan manusia sebagai perempuan atau laki-laki.  Istilah seks seringkali diartikan sebagai kegiatan Seksual tetapi dalam konteks perbincangan tentang seksualitas, seks diartikan sebagai jenis kelamin.  Penggolongan jenis kelamin yakni laki-laki dan perempuan.
Sebelum abad 20, jenis kelamin sesorang hanya ditentukan dari penampilan alat kelaminnya, tetapi sejalan dengan pemahaman orang akan kromosom dan gen, maka kromosom dan gen digunakan  untuk membantu menentukan jenis kelamin sesorang.  Mereka yang digolongkan (Modul B-3 ISI- Seks, Seksualitas dan Jender.pmd pppl.depkes.go.id/_.../Modul_B-3_-Seks,_Seksualitas).
Defenisi WHO (2002) dalam tulisan Dr. Argyo Demartoto, M.Si,, seks  mengacu pada sifat-sifat biologis yang mendefenisikan manusia sebagai perempuan ataupun laki-laki.
,(PDF]Seksualitas danBudayapdfDr.ArgyoDemartoto,M.Si argyo.staff.uns.ac.id/files/2010/.../seksualitas-undip.pd)
Sedangkan seksualitas merupakan salah satu aspek dalam kehidupan manusia sepanjang hidupnya yang berkaitan dengan alat kelamin. Seksualitas dialami dan diungkapkan dalam pikiran, khayalan, gairah, kepercayaan, sikap, nilai, perilaku, perbuatan, peran dan hubungan. Modul B-3 ISI- Seks, Seksualitas dan Jender.pmd pppl.depkes.go.id/_.../Modul_B-3_-Seks,_Seksualitas).
       Menurut Borrong, (2006:26)  Dalam seksualitas, manusia menjadi manusia yang sesungguhnya karena perjumpaan.  Seksualitas membuat pria dan wanita benar-benar mengalami perjumpaan maka seksualitas dianggap sebagai perjumpaan yang intim.
       Dengan melihat pada beberapa pandangan di atas, maka menurut penulis,  seks itu merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari manusia dan melekat pada diri manusia, yang mencirikan pada sifat biologis dalam bentuk fisik adalah menunjukkan  perbedaan kelamin antara laki-laki dan perempuan.  Sedangkan seksualitas mengandung pengertian yang lebih luas.  Ada perbedaan pengertian antara seks dan seksualitas yakni :
Ø Seks tidak sama dengan seksualitas
Ø Seks adalah jenis kelamin yang menggambarkan perbedaan antara laki-laki dan perempuan, sedangkan seksualitas lebih menunjuk pada arti yang lebih luas, yang merupakan komponen dari seks  yang lebih menunjuk pada dorongan, peran, perilaku atau hubungan.

C.       Seks Menurut Etika Kriten
       Sebelum membahas topik “ Seks menurut iman Kristen”  maka perlu dijelaskan disini pengertian tentang etika.  Menurut Borrong, (2006:1) etika ialah ilmu yang mempelajari baik buruk dalam pikiran, perkataan, dan perbuatan manusia.  Seks adalah salah satu perilaku manusia yang berusan dengan etika.  Seks melekat pada hidup manusia, sebagai manusia maka perilaku yang berurusan dengan seksualitas perlu disoroti dari sudut pandang etika.
        Menurut Borrong, (2006:1) Bagi iman Kristen, pengetahuan etika mengenai seks bersumber dari Alkitab.  Dalam konteks Alkitab dan seks, maka pertanyaan yang akan dijawab dalam tulisan singkat ini : Apakah yang dikehendaki Allah dengan seksualitas manusia? Apakah seks itu baik atau buruk?
Menurut Abineno, (2002 : 11), seksual sepenuhnya diterima sebagai sesuatu yang berasal dari Allah.  Semua itu adalah ciptaanNya, ciptaanNya yang baik.

1.          Seks  Menurut Perjanjian Lama
       Dalam narasi penciptaan ada dua cerita tentang seksualitas.  Narasi pertama dalam
      Kejadian 1 : 1 – 12a, menekankan tentang seksualitas, bahwa seks itu  baik.  Seks itu baik, karena seks merupakan bagian integral dari seluruh ciptaan yang dinyatakan sungguh amat baik,  (Kejadian 1 : 31).  Narasi penciptaan menekankan bahwa manusia diciptakan sebagai makhluk seksual. Manusia diciptakan sebagai laki-laki dan perempuan, dan dalam perbedaan seks itu  mereka mencerminkan Allah. “ maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambarNya, menurut gambar Allah diciptakanNya dia laki-laki dan perempuan, diciptakanNya mereka (Kejadian 1 : 27). Hal ini memperlihatkan bahwa seksualitas itu tidak hanya sesuatu yang baik, tetapi sekaligus mencitrakan kesucian dan kekudusan Allah.
       Narasi kedua  dalam Kejadian 2 : 18, dengan jelas menekankan alasan mengapa dan untuk apa seksualitas diciptakan. Dalam teks ini dijelaskan perempuan diciptakan supaya laki-laki tidak kesepian dan membutuhkan teman hidup. Tujuannya agar terjadi komunitas manusia yang dinyatakan dalam kesatuan daging dan tulang, (Kejadian 2 : 22 – 24).  Seks melekat pada diri manusia sebagai makhluk psikosomatis. Seks bukan tindakan yang didasarkan pada naluri semata-mata, melainkan perilaku yang harus diatur, dikendalikan, dan ditata sesuai dengan hakekat manusia sebagai gambar/citra Allah.
       Menurut Hershberger, (2008 : 2), seksualitas merupakan pemberian Allah.  Allah membuat kita bersifat seksual baik sebagai orang yang serupa maupun yang berbeda jenis kelamin.  Tetapi masing-masing kita adalah makhluk seksual. Seksual telah diberikan kepada kita. Hal itulah merupakan dasar yang membuat kita sebagaimana kita adanya.  Seksual kita dari Allah, dan keberadaan manusia sepanjang hidupnya adalah mahluk seksual. Seksualitas menjadi misteri yang terus hadir dalam kehidupan manusia yang akan semakin terbuka seiring dengan proses pertumbuhan dan perkembangan usia. Dalam proses tersebut, manusia dibimbing kepada pengertian akan keberadaannya sebagai makhluk seksual dalam seluruh aspek kehidupan seksualitas itu pemberian Allah.  Pemberian Allah ini menyatu dengan keberadaan kita manusia. Sedangkan menurut Abineno (2002:11) seksualitas itu adalah sesuatu yang berasal dari Allah, semua itu adalah ciptaanNya yang baik.

2. Seks Menurut Perjanjian baru
Menurut Borrong, (2006:6) Perjanjian Baru tidak berbicara tentang hakekat dan tujuan seksualitas tetapi berefleksi tentang perilaku sekssual dan menyorotinya atas dasar Perjanjian Lama dan Yesus Kristus.  Perjanjian Baru membicarakan hakekat seksualitas dengan menunjuk pada narasi penciptaan, (Matius 19 : 1-12). Hubungan seks dilegitimasi dalam pernikahan sebagai hubungan yang berisi kesatuan permanen yang diselenggarakan oleh Tuhan sendiri : APa yang telah dipersatukan Allah tidak boleh diceraikan manusia, (ayat 6). Tuhan Yesus juga menghargai perkawinan dan memandangnya diberkati oleh Allah.   Bersama dengan para murid-Nya, Yesus merayakan pesta perkawinan di Kana, mengubah air menjadi anggur p dari sejumlah mujizat perta dilakukan Yesus (Yoh. 2:1-11).
Di dalam Perjanjian Baru ditekankan makna kesucian dan kekudusan seksualitas tetapi tidak mengingkari keunggulan kasih dan pengampunan. Penyimpangan seksualitas dipandang sebagai bagian realitas keberdosaan dan kelemahan manusiawi. Maka yang dibutuhkan adalah bukan hukuman melainkan pengampunan, kesadaran, penyesalan dan pertobatan serta perubahan “ Akupun tidak menghukum engkau, pergilah dan jangan berbuat dosa lagi.
Dengan demikian Allah menciptakan seksualitas ini sebagai sebuah karunia yang dimiliki oleh manusia, baik anak-anak maupun orang dewasa. Seks sebagai anugerah Allah, maka dalam tanggungjawab sebagai orang tua dan gereja  senantiasa mendampingi, membimbing anak-anak  dengan baik agar seksualitas mereka pun dapat berkembang dengan baik.

D.      Perkembangan Kepribadian Dan Seksualitas  Pada Remaja
       Pembahasan tentang remaja, sering dikaitkan dengan suatu fase kehidupan yang dialami oleh remaja. Hal ini menunjuk pada istilah “ Pubertas “ dan istilah “ puber “ . Istilah puber biasanya dipakai untuk anak yang memperlihatkan perilaku yang menyulitkan orang di sekitarnya. Apakah semua anak yang memperlihatkan perilaku yang menyulitkasn bisa disebut “ puber”?  Sebutan “ puber “ berasal dari puberitas dari bahasa latin. Puberitas sebenarnya memiliki arti yang terbatas saja pada keadaan di mana terjadi pertumbuhan rambut pada bagian-bagian tertentu pada tubuh anak. Daerah kemaluan, ketiak, betis merupakan bagian-bagian tubuh yang menjadi sasaran utama tumbuhnya rambut. Dan untuk anak laki-laki tumbuhnya kumis, jenggot, dan cambang yang memunjuk pada perubahan fisik..“ ( Gunarsah, 2002:201).
Gunarsah, (2002:201,224). menjelaskan istilah puber berasal dari kata “ pubers “ berarti adanya perubahan dalam diri remaja yang menandakan kematangan fisik. Masa puberitas meliputi masa peralihan dari masa anak sampai tercapainya kematangan fisik, yakni dari umur 12 tahun sampai 15 tahun.  Pada masa ini terlihat perubahan-perubahan jasmaniah yang berkaitan dengan proses kematangan jenis kelamin. Terlihat pula adanya perkembangan psikososial berhubungan dengan berfungsinya sesorang dalam lingkungan sosial, yakni dengan melepaskan diri dari ketergantungan pada orangtua, pembentukan rencana hidup dan pembentukan sistim nilai-nilai.
       Menurut Hall, dalam Santrock, (2003 : 10), remaja adalah masa antara usi 12 sampai 23 tahun yang penuh dengan topan dan tekanan. Topan dan tekanan adalah masa goncangan remaja yang ditandai dengan konflik dan perubahan susasana hati. Hal menjelaskan bahwa pikiran, perasaan dan tindakan remaja berubah-ubah antara ksombongan dan kerendahan hati, baik dan godaan,kebahagiaan dan kesedihan. Hall melihat perkembangan sebagai sebuah proses biologis yang mengarahkan pada perkembangan sosial. Perkembangan biologis pada remaja memungkinkan terjadinya tingkah laku sosial yang lebih kompleks, misalnya berpacaran.
Gunarsah melihat istilah “ adolescentia “ berasal dari bahasa latin, berbeda pengertian dengan “ pubertas “ yang berkaitan dengan tercapainya kematangan fisik. , Adolescentia dikaitkan dengan masa yang berbeda-beda. Sedangkan pada masa remaja puteri, mulai terlihat masa remajanya pada umur 9 atau 10 tahun. Perubahan-perubahan pada tubuhnya mulai terlihat. Perubahan yang berhubung dengan jenis kelamin dan kematangan sosial mulai terlihat.
       Menurut Hurlock (1981) remaja adalah mereka yang berada pada usia 12-18 tahun.  Monks, dkk (2000) memberi batasan usia remaja adalah 12-21 tahun. Menurut Stanley Hall (dalam Santrock, 2003) usia remaja berada pada rentang 12-23 tahun. Berdasarkan batasan-batasan yang diberikan para ahli, bisa dilihat bahwa mulainya masa remaja relatif sama, tetapi berakhirnya masa remaja sangat bervariasi. Bahkan ada yang dikenal juga dengan istilah remaja yang diperpanjang, dan remaja yang diperpendek. Remaja adalah masa yang penuh dengan permasalahan.   Statemen ini sudah dikemukakan jauh pada masa lalu yaitu di awal abad ke-20 oleh Bapak Psikologi Remaja yaitu Stanley Hall.
Pendapat Stanley Hall pada saat itu yaitu bahwa masa remaja merupakan masa badai dan tekanan (storm and stress) sampai sekarang masih banyak dikutip orang.
Menurut Erickson masa remaja adalah masa terjadinya krisis identitas atau pencarian identitas diri. Gagasan Erickson ini dikuatkan oleh James Marcia yang menemukan bahwa ada empat status identitas diri pada remaja yaitu identity diffusion/ confussion, moratorium, foreclosure, dan identity achieved (Santrock, 2003, Papalia, dkk, 2001, Monks, dkk, 2000, Muss, 1988). Karakteristik remaja yang sedang berproses untuk mencari identitas diri ini juga sering menimbulkan masalah pada diri remaja.
       Penulis, melihat masa remaja ini adalah masa peralihan dari masa anak-anak untuk beralih ke masa remaja.  Dan masa ini ditandai dengan perubahan dan perkembangan baik anak laki-laki maupun anak perempuan. Hal ini menggambarkan bahwa persiapan untuk memasuki masa dewasa terlihat adanya perubahan-perubahan fisik, perubahan hubungan sosial, pembentukan karakter dan jati diri pada masa remaja ini. Perkembangan dan perubahan fisik pada masa remaja ini pun berkaitan dengan jenis kelamin dan kematangan seksual dan menyentuh aspek kehidupannya secara normal.
Masa Remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Gunarsah menjelaskan bahwa masa transisi ini dinampakkan dalam tanda-tanda puberitas yang menunjukkan aktivitas kerja kelenjar hormon yang makin giat yang memberi dampak pada perubahan-perubahan bentuk tubuh. Perubahan fisik yang dipengaruhi aspek biologis alat kelaminnya (suara membesar, pembesaran jakun, tumbuh rambut di tempat tertentu, menghasilkan sperma, dan lain-lain). Itulah sebabnya kata puberitas digeneralisasikan sebagai tanda-tanda kedewasaan.

Perubahan buah dada (pada wanita)
Menurut Gunarsah ((2002:201,225), perubahan buah dada yang  menunjukkan perkembangan merupakan aspek penting dalam perubahan tubuh kea rah kedewasaan bagi seorang wanita. Sulit untuk menentukan mana yang lebih dulu menunjukkan perubahan, buah dada ataukah menstruasi yang pertama? Pada beberapa anak remaja, menstruasi mengawali perkembangan seksual, kemudian perkembangan dan pertumbuhan buah dada, namun ada sebagian remaja berlaku sebaliknya.. Menstruasi awal adalah kejadian yang penting  dalam kehidupan seorang wanita.

Pertumbuhan Penis dan buah zakar (pada laki-laki)
Pertumbuhan buah zakar berlangsung lebih awal dari pertumbuhan penis. Kecepatan perbedaan pertumbuhan penis yang paling menyolok adalah antara usia empat belas menuju lima belas tahun, (Gunarsah, 2002:225).

E. Peran PAK Dalam Pendidikan Seksual Bagi Remaja Gereja

1. PAK sebagai Tugas Gereja
       Istilah PAK (Pendidikan Agama Kristen) sudah menjadi topik yang sangat penting. Istilah PAK ini mengandung pengertian dan makna yang sangat dalam, sebab di dalam istilah PAK mengandung unsur “ mendidik “. Menurut Nuhamara, (2009:8),  dalam istilah PAK mengandung tiga knonsep kata kunci yang penting yakni : “ Pendidikan, Agama (wi) dan Kristen “.  Hal ini menjelaskan bahwa di dalam PAK ada usaha untuk mendidik, yakni usaha yang dilakukan secara sadar, sistimatis dan berkesinambungan  yang bersifat religius, yakni mendidik dalam dimensi religius manusia. Karena itu PAK, berkaitan erat dengan mendidik, membimbing dan menghentar nara didik untuk mengenal kasih Allah di dalam Yesus Kristus. Sehingga dengan melihat dan memahami hakekat PAK ini, maka ini menjadi tugas Gereja untuk melakukan pendidikan.  
       Menurut Enklar, Homrighausen, (2012 : 20) PAK adalah tugas gereja yang sangat penting, yakni menitikberatkan pada pendidikan yang seharusnya dilaksanakan oleh gereja sendiri.
Gereja sebagai satu persekutuan orang-orang yang dipanggil keluar dari kegelapan menuju pada terang Kristus yang ajaib, hal ini berarti bahwa umat  dididik untuk  hidup dan percaya kepada Yesus Kristus, sehingga menjadi seorang  murid Yesus yang berkualitas hidupnya dan dewasa dalam imannya. Menurut Nuhamara, (2007 : 29), tujuan pendidikan di  dalam gereja untuk menolong anggota gereja bertumbuh menuju kedewasaan kristen.  Gereja bertanggungjawab “ menyelenggarakan pendidikan bagi umatnya “. Mandat untuk menyelenggarakan pendidikan itu terdapat di dalam Ulangan 6 : 4 – 9, 11 : 1 – 22, dan Matius 28 : 19.
       Menurut Pazmino, (2012 : 19), mandat pendidikan di dalam Ulangan 6 : 4 – 9 berisikan kewajiban untuk menyampaikan perintah-perintah Allah pada generasi selanjutnya. Tujuan akhirnya ialah menanamkan kasih Allah yang diekspresikan lewat kesetiaan dan ketataatan.
       Agar dapat menolong anggota gereja menuju kedewasaan Kristen dan hidup dalam ketaatan, teristimewa sebagai ciptaan Allah yang muluia, maka remaja gereja harus dididik untuk  memahami dan  menghargai dirinya sebagai ciptaan Allah yang mulia.  Karena itu pendidikan seksual itu penting dilakukan.  Menjadi tugas orang tua, gereja  bahkan lembaga pendidikan baik formal maupun non formal untuk melakukan pendidikan seks kepada remaja gereja, dan dijelaskan dengan pemahaman yang benar didasarkan pada Aklitab, sehingga anak-anak tidak berpikir bahwa seks adalah sesuatu yang porno, jijik, atau salah,  melainkan adalah pemberian Allah yang sungguh mulia bagi manusia dalam interaksinya dengan sesama.


2.      Pendidikan Seks bagi Remaja Gereja

a. Pengertian Pendidikan Seks (Sex Education)

Pendidikan seks (sex education) adalah suatu informasi mengenai persoalan seksualitas manusia yang jelas dan benar. Informasi itu meliputi proses terjadinya pembuahan, kehamilan sampai kelahiran, tingkah laku seksual, hubungan seksual, dan aspek-aspek kesehatan, kejiwaan dan kemasyarakatan.
       Menurut Borrong (2006 : 56-57) pendidikan seks adalah suatu bentuk pembinaan pemahaman diri setiap orang akan keberadaannya sebagai laki-laki dan perempuan. Dalam konteks teologi  Kristen itu berarti pendidikan  seksual  adalah pembinaan  untuk  mengenal diri selaku ciptaan Allah.




b. Pentingnya Pendidikan Seks ( Sex Education)
      Selama ini, jika kita berbicara mengenai seks, maka yang terbersit dalam benak sebagian besar orang adalah hubungan seks. Padahal, seks itu artinya jenis kelamin yang membedakan pria dan wanita secara biologis.
Orang pasti akan menganggap tabu jika membicarakan tentang seks, apalagi di daerah Papua, Papua barat, tabu untuk membicarakan tentang pendidikan seks. Sebab ada pandangan yang keliru dianggapnya sex education akan mendorong remaja untuk berhubungan seks.  Sebagian besar masyarakat masih berpandangan stereotype dengan pendidikan seks (sex education) seolah sebagai suatu hal yang vulgar.  http://belajarpsikologi.com/pentingnya-pendidikan-seks-sex-education/.
Realita menunjukkan bahwa dalam zaman ini ditandai dengan kemajuan di bidang teknologi dan komunikasi, dengan gaya kehidupan  anak muda zaman ini, banyak remaja gereja yang terjerumus di dalam masalah seks bebas, narkoba dan lainnya, yang justru menghancurkan hidup mereka sebagai manusia ciptaan Allah yang mulia.  Dari media-media internet, video, film selalu memberikan informasi yang berusaha menghancurkan seksualitas manusia.  Diabaikannya pendidikan seks, dapat mengakibatkan remaja gereja terjerumus dalam penyimpangan seksualitas pada masa mudanya.
       Dalam hubungannya dengan PAK di sekolah, di Gereja dan PAK di dalam keluarga, pendidikan seks dijelaskan dengan pemahaman yang benar didasarkan pada Aklitab, sehingga anak-anak tidak berpikir bahwa seks adalah sesuatu yang porno, jijik, atau salah melainkan adalah pemberian Allah yang sungguh mulia bagi manusia dalam interaksinya dengan sesama.( Abineno 2001: 46). Pendapat lain mengatakan bahwa Pendidikan Seks (sex education) adalah suatu pengetahuan yang kita ajarkan mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan jenis kelamin. Ini mencakup mulai dari pertumbuhan jenis kelamin (Laki-laki atau wanita). Bagaimana fungsi kelamin sebagai alat reproduksi. Bagaimana perkembangan alat kelamin itu pada wanita dan pada laki-laki. Tentang menstruasi, mimpi basah dan sebagainya, sampai kepada timbulnya birahi karena adanya perubahan pada hormon-hormon. Termasuk nantinya masalah perkawinan, kehamilan dan sebagainya.
Pendidikan seks atau pendidikan mengenai kesehatan reproduksi atau yang lebih trend-nya “sex education” sudah seharusnya diberikan kepada anak-anak yang sudah beranjak dewasa atau remaja, baik melalui pendidikan formal maupun informal. Ini penting untuk mencegah biasnya sex education maupun pengetahuan tentang kesehatan reproduksi di kalangan remaja.
Ada beberapa hal mengenai Pentingnya Pendidikan Seks bagi Remaja, diantaranya yaitu:
• Untuk mengetahui informasi seksual bagi remaja
• Memiliki kesadaran akan pentingnya memahami masalah seksualitas
• Memiliki kesadaran akan fungsi-fungsi seksualnya
• Memahami masalah-masalah seksualitas remaja
• Memahami faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya masalah-masalah seksualitas
Selain itu ada dua faktor mengapa pendidikan seks (sex education) sangat penting bagi remaja. Faktor pertama adalah di mana anak-anak tumbuh menjadi remaja, mereka belum paham dengan sex education, sebab orang tua masih menganggap bahwa membicarakan mengenai seks adahal hal yang tabu. Sehingga dari ketidak fahaman tersebut para remaja merasa tidak bertanggung jawab dengan seks atau kesehatan anatomi reproduksinya.
Faktor kedua, dari ketidakfahaman remaja tentang seks dan kesehatan anatomi reproduksi mereka, di lingkungan sosial masyarakat, hal ini ditawarkan hanya sebatas komoditi, seperti media-media yang menyajikan hal-hal yang bersifat pornografi, antara lain, VCD, majalah, internet, bahkan tayangan televisi pun saat ini sudah mengarah kepada hal yang seperti itu. Dampak dari ketidakfahaman remaja tentang sex education ini, banyak hal-hal negatif terjadi, seperti tingginya hubungan seks di luar nikah, kehamilan yang tidak diinginkan, penularan virus HIV dan sebagainya. http://belajarpsikologi.com/pentingnya-pendidikan-seks-sex-education/
, ”sex education” memang pantas dimasukkan dalam kurikulum sekolah atau kurikulum di gereja, agar dapat melakukan pendampingan dan pembinaan kepada remaja, apalagi remaja yang mengalami  masa pubertas.   Pendidikan Seks Sex education” sangat perlu sekali untuk mengantisipasi, mengetahui atau mencegah kegiatan seks bebas dan mampu menghindari dampak-dampak negatif lainnya.



DAFTAR PUSTAKA


Abineno, J.L.CH, 2002. Seksualitas dan Pendidikan Seksualitas, Jakarta : BPK gunung Mulia
Borrong Robert, P, 2002, Etika Seksual Kontemporer, Bandung : Ink Media
Gunarsah Singgih ,2002. PsikologiPperkembangan: Anak dan Remaja. Jakarta: BPK. Gunung Mulia.
Hershberger Anne,K. 2008. Seksualitas Pemberian Allah. Jakarta : BPK Gunung Mulia
Homrighausen, E.G. 2012. Pendidikan Agama Kristen, Jakarta : BPK Gunung Mulia
Hurlock, E.B. (1991). Psikolgi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Nuhamara Daniel, 2009. Pembimbing PAK. Jawa Barat : Jurnal Info Media.
Pazimino Robert, W. 2002 . Fondasi Pendidikan Kristen,. Jakarta : BPK Gunung Mulia.
Santrock.W. John








Tidak ada komentar: