Kamis, 01 September 2016

KONSEP DIRI PENGASUH



KONSEP DIRI PENGASUH / Guru SEKOLAH MINGGU
I.  Pengantar
Berbicara tentang konsep diri pengasuh / Guru Sekolah Minggu -Tunas Pekabaran Injil (SM-TPI), maka ada hal yang mendasar yang perlu ditegaskan yakni : ” Kualitas Konsep Diri ” , aku/saya sebagaimana dipersepsikan/dipahami olehku, ” aku adalah ” I am what I think I am ” dan ” aku ingin dilihat sebagai seorang yang ”.... I am what I want to be ”.....sebagaimana yang aku inginkan ”.
 Dengan memperhatikan kualitas Konsep diri ini, maka ada  dua pertanyaan penting yang perlu dikemukakan. Kedua pertanyaan tersebut adalah: APA dan BAGAIMANA. Pertanyaan APA menunjuk kepada apa yang para pengasuh/guru sekolah minggu  pahami tentang pengasuh ( guru sekolah minggu)? Sementara pertanyaan BAGAIMANA menunjuk kepada bagaimana para pengasuh / guru sekolah minggu menjadi pengasuh/guru sekolah minggu yang baik? Berdasarkan Petunjuk Pelaksanaan Persekutuan Anak dan Remaja Gereja Protestan Indonesia (JUKLAK PAR GPI Papua) dengan menunjuk pada pertanyaan ” Apa yang Pengasuh pahami tentang Pengasuh, atau yang dipahami tentang dirinya sebagai pengasuh ?  dan Bagaimana menjadi pengasuh yang baik?
Berdasarkan JUKLAK PAR GPI Papua, Bab IV pasal 9  menjelaskan Pengasuh berperan sebagai Gembala, Guru, Pendidik, Kakak, Sobat/Sahabat, Bunda, Bapa,  Pembina, Penuntun, Pengayom, dan Pelayan dapat melakukan mengontrolan, pengawasan, pembimbingan, pengayoman dan pelayanan menurut pola pelayanan GPI Papua yaitu Sebagai Hamba yang taat dan mengosongkan dirinya untuk melayani bukan dilayani.
Pengasuh  Sekolah minggu perannya sebagai guru/pendidik, kakak, sahabat, pendamping seperti yang dijelakan dalam JUKLAK PAR GPI Papua. Namun dalam materi ini, kita mengkaji peran pengasuh hanya sebagai “ gembala “ dan pendidik atau guru “.
a.     Pengasuh Sebagai Gembala
Dalam Injil Yohanes 10 : 1 – 20, menjelaskan bahwa Yesus adalah sebagai gembala. Gembala yang baik selalu peduli,  mengenal bahkan berkorban untuk domba-dombanya. Bahkan dalam Injil Yohanes 21 : 15 – 19, penulis menceritakan suatu percakapan datau dialog antara Yesus dan Simon Petrus “ dimana Yesus memberi penegasan kepada Petrus, jika Petrus mengasihi Yesus, maka ia harus menggembalakan domba-domba, jelas dalam kalimat Yesus : “ Gembalakanlah domba-dombaKu, ayat 16-17”.
Dari penjelasan ini, maka jelaslah bahwa Pengasuh juga berperan sebagai “ gembala “. Gembala yang selalu mendampingi, memperhatikan, peduli bahkan rela berkorban dalam melayani anak-anak.  Beckwith, (2011 : 70) menjelaskan sebagai contoh, jika seorang gembala kaum muda ingin anak-anak muda yang ia asuh berpikir bahwa Allah itu “ keren “ atau apa pun istilahnya, ia akan menciptakan ritual yang dapat menolong mereka untuk memandang dan memahami Allah sebagai pribadi yang “ keren “. Karena itu, dalam tugas panggilan pengasuh sebagai gembala, ia harus mampu membawa anak-anak untuk lebih dekat dan kenal dengan Allah di dalam Yesus Kristus.
Para pengasuh hendaknya meneladani  Yesus sebagai seorang Gembala yang baik, yang selalu memperhatikan domba-dombanya, (bdk. Lukas 15 ). Abineno menyoroti tentang motif gembala dalam perspektif Alkitab yaitu ekspresi dari pengajaran atau pemeliharaan Allah yang penuh dengan kasih dan penghiburan . Dalam perannya sebagai gembala, guru Sekolah minggu/Pengasuh mempunyai tanggung jawab untuk memelihara, membimbing, dan mengarahkan peserta didik untuk hidup sesuai imannya. Guru Sekolah minggu/Pengasuh hendaknya mengaktualisasikan perannya ini dengan sikap yang lembut dan penuh kasih tetapi juga tegas.

b.  Pengasuh sebagai seorang Guru/Pendidik
     Sebutan “ guru “ sudah tidak asing lagi bagi kita semua. “ Pengasuh “ dalam melayani anak-anak sekolah minggu, ia di sebut juga sebagai “ guru “.Guru mempunyai peran yang sangat penting dalam proses pendidikan. Syatra Yusvavera menjelaskan, (2013 : 550),Guru diartikan sebagai seseorang yang pekerjaannya adalah mengajar.
    Berkaitan dengan tugas pengasuh sebagai seorang “ Guru “ Maka ada beberapa hal yang mesti dimiliki sebagai Guru yakni, Kompetensi dalan melakukan peran dan fungsinya sebagai Guru.

c. Pengasuh/Guru SM Sebagai Konselor
   Di sekolah minggu, Para pengasuh terkadang berhadapan dengan peserta didik yang mempunyai masalah baik yang berhubungan dengan proses pembelajaran maupun masalah-masalah yang berlatar belakang tentang keluarganya. Dalam hal ini guru SM/Pengasuh tidak boleh tinggal diam.
   Ia wajib memberikan penguatan kepada peserta didik untuk dapat menghadapi dan menemukan jalan keluar atas masalah yang dialaminya. Bentuk perhatian konkrit yang dapat ditunjukkannya adalah dengan bersedia mendengar keluhan peserta didik dan memotivasinya dengan sikap yang simpatik. Abineno manyarankan agar sebagai seorang konselor, hendaklah ia seorang yang praktis, seorang yang mengasihi penderita yang ia tolong dan (di samping itu) terutama seorang yang cukup mempunyai pengetahuan tentang kehidupan. Ditambahkannya lagi, bahwa seorang konselor dalam ikhtiar-ikhtiar dan nasihat-nasihatnya harus mempunyai sifat yang jelas dan konkrit. Ikhtiar-ikhtiar dan nasihat-nasihat itu harus dapat digunakan dalam praktik .


Peran dan Fungsi  Guru
       Sebutan guru tidak asing lagi dalam keseharian kita.  Guru menjadi elemen yang penting dalam proses pembelajaran.  Tanpa seorang guru, proses pembelajaran tidak akan berjalan dengan baik. Dalam kaitan ini, tidak berlebihan jika dikatakan bahwa keberadaan guru bagi keberlangsungan pelaksanaan pembelajaran sangatlah penting.
       Nawawi (1989), dalam barizi, (2009:142), kita sering mendengar istilah “ “ pendidik “ seringkali diwakili oleh istilah “ guru “ orang yang bekerja di bidang pendidikan dan pengajaran yang ikut bertanggungjawab dalam membantu anak didik mencapai kedewasaan masing-masing.  Menurut Barizi, (2009: 143), Guru dalam pengertian tersebut bukan hanya sekedar orang yang berdiri di depan kelas untuk menyampaikan materi pelajaran, akan tetapi guru adalah anggota masyarakat yang ikut bertanggungjawab, mengarahkan perkembangan anak didiknya untuk menjadi anggota masyarakat sebagai orang dewasa.  Nasution (1988) dalam Barizi, (2009 : 143) menjelaskan guru memiliki beberapa tugas yakni : 1) sebagai orang yang mengkomunikasikan pengetahuan. 
Tugas ini mengharuskan guru harus memiliki pengetahuan yang mendalam, dan konsekuensinya guru tidak boleh berhenti belajar, karena ilmu pengetahuan yang akan diberikan kepada anak didiknya terlebih dahulu harus dipelajari. 2) Guru sebagai model berkaitan dengan bidang studi yang diajarkan sebagai sesuatu yang berdayaguna, dan bisa dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari.  Guru menampakkan model sebagai pribadi yang berdisiplin, cermat berpikir, mencintai pelajarannya, penuh idealisme, dan luas dedikasi.  Daryanto, (2013:1).  Dalam dunia pendidikan, keberadaan seorang guru merupakan salah satu faktor utama yang sangat signifikan. Guru merupakan bagian penting dalam proses belajar mengajar, baik di jalur pendidikan formal maupun informal.
      [1] Guru adalah salah satu komponen manusiawi dalam proses belajar mengajar yang ikut berperan dalam usaha pembentukan sumber daya manusia yang potensial.   Sedangkan mMenurut kamus besar bahasa Indonesia terdapat pengertian kata citra. Citra merupakan gambaran, rupa, yang dimiliki mengenai seseorang.
       Djamin (199) dalam Daryanto, (2013:9) mengemukakan citra guru mempunyai arti sebagai suatu penilaian yang baik dan terhormat terhadap keseluruhan penampilan yang merupakan sosok pengembang profesi ideal dalam lingkup fungsi, peran dan kinerja. Citra guru ini tercermin melalui keunggulan mengajar, memiliki hubungan yang harmonis dengan peserta didik, dan memiliki hubungan yang harmonis pula dengan sesama seprofesi dan pihak lain dalam sikap maupun kemampuan professional. 
Dari sudut pandang  peserta didik, citra guru ideal adalah seseorang yang senantiasa memberi motivasi belajar yang mempunyai sifat-sifat keteladanan, penuh kasih sayang, serta mampu mengajar di dalam suasana yang menyenangkan.
       Daryanto, (2013:1), filosofi sosial budaya dalam pendidikan di Indonesia, telah menempatkan fungsi dan peran guru sedemikian rupa sehingga para guru di Indonesia tidak jarang telah diposisikan mempunyai peran ganda bahkan multi fungsi.  Mereka dituntut tidak hanya sebagai pendidik yang harus mampu mentransformasikan nilai-nilai ilmu pengetahuan, tetapi sekaligus sebagai penjaga moral bagi anak didik.  Sedangkan menurut Sidjabat, (2011 : 65), guru merupakan unsur yang penting dalam kegiatan mengajar. Hal ini sangat beralasan karena, seperti yang diungkapkan oleh Hill (1982), gurulah yang membimbing peserta didiknya untuk mengenal, memahami dan menghadapi dunia tempatnya berada. Dunia yang dimaksudkan disini adalah sunia pengetahuan, dunia iman, dunia karya dan dunia sosial budaya.
Sedangkan menurut Sidjabat, (2011:65), guru merupakan unsur penting dalam kegiatan mengajar. Ia hadir sebagai pendidik, tetapi juga sebagai pembimbing yang membimbing peserta didik untuk belajar mengenal, memahami dan menghadapi dunia tempatnya berada.  Dunia yang dimaksudkan disini adalah dunia ilmu pengetahuan, dunia iman, dunia karya dan dunia social budaya.
       Dari pandangan beberapa ahli di atas, memberikan pengertian bahwa guru sebagai sosok atau figur yang mempunyai peranan sangat penting, ketika ia hadir, dan melaksanakan tugasnya mengajar dan mendidik peserta didik, untuk membangun sumber daya manusia yang berintelektual, dan bermoral, dalam pikiran dan tindakannya. Menurut Syatra, ( 2013 : 57 )  Guru adalah salah satu komponen manusia dalam proses belajar mengajar yang sangat berperan dalam mengarahkan anak didik kea rah pembentukan sumber daya manusia yang potensial dalam pembangunan.  Oleh karena itu guru merupakan salah satu unsur di bidang kependidikan, maka ia ia dituntut  untuk berperan secara aktif dan menempatkan kedudukannya sebagai tenaga professional, sesuai dengan tuntutan ilmu yang semakin berkembang.
Menurut Nawawi,(1989) dalam Barizi, (2009:142), guru adalah orang yang pekerjaannya mengajar, dan ikut bertanggung jawab dalam membantu anak didik mencapai kedewasaan masing-masing.  Guru, dalam pengertian tersebut, bukan hanya sekedar orang yang berdiri di depan kelas untuk menyampaikan materi pengetahuan (mata pelajaran) tertentu, akan tetapi guru adalah anggota masyarakat yang harus ikut bertanggung jawab mengarahkan perkembangan anak didiknya untuk menjadi anggota masyarakat sebagai orang dewasa.
       Dalam peran dan fungsinya, seorang guru tidak hanya mengutamakan mata pelajaran, tetapi harus juga memperhatikan anak itu sendiri sebagai manusia yang perlu dikembangkan pribadinya.  Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Sardiman, (Pers, 1987) “ guru tidak semata-mata sebagai pengajar “ yang mentransfer  knowledge, tetapi juga sebagai “ pendidik “ yang mentransfer values, sekaligus sebagai pembimbing yang memberikan pengarahan dan penuntun bagi anak didik dalam belajar.  Menurut Abdurrahman dalam Syatara, (2013: 58-59), seorang guru harus berperan sebagai (1), motivator yang hendaknya memberi dorongan kepada anak didik secara aktif, kreatif, (2), fasilitator, yang berupaya menciptakan suasana dan menyediakan fasilitas yang memungkinkan anak didik dapat berinteraksi secara positif, aktif dan kreatif, (3), organisatoris, yang mengatur, merencanakan, memprogramkan dan mengorganisasikan kegiatan pembelajaran, (4), informator, yang selalu memberikan informasi yang selalu diperlukan anak didik, (5), konselor, memberikan bimbingan dan penyuluhan kepada anak didik yang mempunyai permaslaahan.
       Berdasarkan uraian teori di atas, maka dalam kaitannya dengan pelaksanaan pembelajaran sekolah minggu, khususnya di Lembaga GPI Papua, maka peran dan fungsi seorang guru / pengasuh sekolah minggu merupakan unsur yang penting.  Sekolah minggu merupakan kegiatan gereja untuk menjangkau dan membawa setiap anak kepada Tuhan Yesus, serta mengajarkan Alkitab untuk mengubah kehidupan mereka menjadi murid Yesus yang penuh pengharapan.  Harapan yang paling utama ialah memperoleh keselamatan.  Keselamatan yang dapat diperoleh dengan mengimani atau mempercayai Tuhan Yesus, yang diajarkan di sekolah minggu, (Leo, 2008 : 2).  Dalam Alkitab Perjanjian Baru,  menjelaskan Yesus adalah seorang guru.  Menurut Stefanus, (2009:7), sebutan yang paling banyak digunakan untuk Yesus dalam keempat Injil adalah Guru.  Bahkan Yesus menyebut diriNya sebagai guru, ( Mat, 23:8, Mrk, 14:14, Lukas 22 :11; Yoh, 13 : 13 -14).
       Dengan meneladani pola hidup Yesus dalam kehadiranNya juga sebagai seorang “ Guru “  maka peran dan tugas Guru sekolah minggu GPI Papua  sangatlah jelas di atur dalam Peraturan Pelaksanaan (PERLAK)  GPI Papua nomor 7, tentang Tata Pelayanan Anak dan Remaja,  pasal 2 menjelaskan bahwa tujuan dari Pelayanan Persekutuan Anak dan Remaja Gereja Protestan Indonesia di Papua (PAR GPI Papua) adalah : mendidik, membina dan memberdayakan Anak dan Remaja Gereja Protestan Indonesia di Papua untuk : (1), mengenal, percaya dan mengasihi Yesus kristus sebagai Tuhan dan Juruselamatnya,  (2), memahami diri dan menghayati tanggungjawab sebagai anggota gereja untuk menjadi garam dan terang di lingkungannya, (3), memahami dan menghargai persekutuan hidup keluarga, bergereja, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, (4), mencintai pendidikan sebagai sarana pembentukan manusia Indonesia yang berkualitas.   Dengan demikian, makna  sekolah minggu sama  pentingnya dengan sekolah formal yang mengajarkan pengetahuan, ketrampilan dan pembentukan mental dan spiritual anak, maka tugas dan  peran seorang guru sekolah minggu sangat penting.

b. Kompetensi Profesional Guru
       Johnson, (1974) dalam Sanjaya, (2008:277) Competency as rational performance which satisfactorily meets tha objective for a desired condition “ . menurutnya kompetensi merupakan perilaku rasional guna mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan.  Dengan demikian, suatu kompetensi ditunjukan oleh penampilan atau unjuk kerja yang dapat dipertanggungjawabkan (rasional) dalam upaya mencapai suatu tujuan.    
,[2] Kompetensi merupakan seperangkat kemampuan yang harus dimiliki guru searah dengan kebutuhan pendidikan di sekolah (kurikulum), tuntutan masyarakat, dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Daryanto, (2013:157), untuk melaksanakan proses pendidikan dan pengajaran, guru hrus memiliki seperangkat kompetensi yang harus dikuasai dan dimiliki. 
       Menurut barlow, dalam Muhibin Syah ( 1995:230), Kompetensi adalah “ the ability og a teacher to responsibly perform his or her duties appropriately, atau kemampuan seorang guru untuk menunjukkan secara bertanggungjawab tugas-tugasnya dengan tepat.
       Menurut Sanjaya, (2008:277) sebagai suatu profesi terdapat sejumlah kompetensi yang dimiliki oleh seorang guru, yaitu meliputi kompetensi pedagogic, pribadi, professional dan kompetensi sosial kemasyarakatan.
Musafah, (2011:27),  pemaknaan kompetensi dari sudut istilah mencakup beragam aspek, tidak hanya terkait dengan fisik dan mental, tetapi juga aspek spiritual.  Mulyasa, (2007b) dalam Musafah, (2011:7), kompetensi guru merupakan perpaduan antara kemampuan personal, keilmuan, teknologi, sosial dan spiritual yang secara kafah membentuk kompetensi standar profesi guru, yang mencakup penguasaan materi, pemahaman terhaap peserta didik,  pembelajaran yang mendidik, pengembangan pribadi dan profesionalitas.
       Daryanto, (2013:157), untuk melaksanakan proses pendidikan, kususnya dalam pelaksanaan pembelajaran, guru harus memiliki seperangkat kompetensi yang harus dikuasai dan dimilikinya. Musafah, (2011:30), dalam perspektif kebijakan nasional, pemerintah telah merumuskan empat jenis kompetensi guru, sebagaimana tercantum dalam Penjelasan Peraturan Pemerintah No. 19 tahun  2005, tentang Standar Nasional Pendidikan, yaitu : Kompetensi pedagogis, kepribadian, sosial  dan professional. Guru diharapkan dapat menjalankan tugasnya secara professional dengan memiliki dan menguasai empat kompetensi tersebut.     Berikut dijelaskan hal-hal yang terkait dengan kompetensi guru :
1)   Kompetensi Pedagogis; Tugas utama guru ialah mengajar dan mendidik murid di kelas. Guru selalu berhadapan dengan murid yang selalu memerlukan pengetahuan, ketrampilan dan sikap  utama untuk menghadapi hidupnya di masa depan.  Menurut Badan Standar Nasional Pendidikan (2006:88), yang dimaksud dengan Kompetensi Pedagogis adalah : Kemampuan dalam pengelolaan peserta didik  yang meliputi : (a) pemahaman wawasan atau landasan pendidikan; (b) pemahaman tentang peserta didik;(c) pengembangan kurikulum/silabus;(d) perancangan pmbelajaran;(e) Pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis; (f) evaluasi hasil belajar, dan (g) pengembagan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.  Menurut Musfah, (2011:31), Dalam komptensi pedagogik ini, khususnya tentang landasan kependidikan, maka seorang guru harus memahami hakekat pendidikan dan konsep yang terkait dnegannya. Yakni fungsi dan peran lembaga pendidikan. Pemahaman yang benar tentang konsep pendidikan, akan membuat guru sadar posisi strateginya di tengah masyarakat dan perannya yang besar bagi upaya pencerdasan generasi bangsa.  BNSP, (2006:88) dalam Musafah, (2011:31), Sedangkan pemahaman tentang peserta didik, guru harus mengenal dan memahami siswa dengan baik, memahami tahap perkembangan yang telah dicapainya, kemampuannya, keunggulannya dan kekurangannya, hambatan yang dihadapinya serta factor dominan yang mempengaruhinya.  Musafah, (2011:34), Sedangkan  tentang pengembangan kurikulu/silbaus, setiap guru menggunakan buku sebagai bahan ajar, dan memahami hakakeat dari kurikulum. Berkaitan dengan itu, maka seorang pengasuh/Guru Sekolah Minggu diharapkan dapat memiliki sebuah pengetahuan yang baik dalam perannya sebagai pengasuh/guru yang terus mengajar anak-anak sekolah minggu.
2)  Kompetensi kepribadian; kompetensi Kepribadian, yaitu “ kemampuan kepribadian yang (a) berakhlak mulia, (b) mantap, stabil dan dewasa,(c) arif dan bijaksana,(d) menjadi teladan,(e) mengevaluasi kinerja sendiri,(f) mengembangkan diri, dan g(religious). Berkaitan dengan ini, maka seorang pengasuh harus menunjukkan sikap hidup yang berakhalk mulia, bijaksana, bahkan ia harus bisa menjadi teladan yang baik. Belajar meneladani Yesus sebagai Guru yang agung, memberikan teladan yang baik bagi murid-muridNya.
3)  Kompetensi Sosial; Musfah, (2011:52), seorang guru dalam kehidupannya selalu berdampingan dengan orang lain. Guru diharapkan dapat memberi contoh yang bak terhadap lingkungan dan menjalankan hak dan kewajibannya sebagai bagian dari masyarakat sekitarnya.  Kompetensi sosial merupakan kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi lisan dan tulisan, menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional, bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orangtua/wali peserta didik, dan bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar. Berkaitan dengan ini, maka diharapkan pengasuh/GSM memiliki relasi sosial yang tinggi, dalam melakukan tugasnya.
4)   Kompetensi Profesional;  Menurut Musfah, (2011:54), Tugas guru adalah mengajarkan pengetahuan kepada murid. Guru tidak sekedar mengetahui materi yang akan diajarkannya, tetapi memahaminya secara luas dan mendalam. Oleh karena itu murid harus belajar memperdalam pengetahuannya terkait mata pelajaran yang diampunya.  Badan Standar Nasional Pendidikan, (2006:88), kompetensi Profesional adalah kemmapuan penguasaan materi pembelajaran yang meliputi : (a) konsep, struktur, dan metode keilmuan/teknologi/seni yang menaungi/koheren dengan materi ajar; (b) materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah;(c) hubungan konsep antar mata pelajaran terkait;(d) penerapan konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari; dan (e) kompetensi secara professional dalam konteks global dengan tetap melestarikan nilai dan budaya masyarakat.
Dari penjelasan di atas, maka  menurut penulis  kompetensi guru ini semestinya menjadi ukuran yang semestinya dimiliki oleh seorang guru, dalam kelayakan tugasnya yang membelajarkan siswa.   Oleh karena itu,  seorang guru harus bisa menguasai seperangkat kemampuan agar ia dapat menjalankan tugasnya  di dasarkan pada keahlian atau ketrampilan yang dimilikinya, dalam menunjang keberhasilan  proses pembelajaran.  
       Dalam Pelaksanaan pembelajaran sekolah minggu di gereja khususnya di Lembaga GPI Papua, maka para pengasuh/guru sekolah minggu diharapkan memiliki empat komptensi yang telah disebutkan.  Sebab proses pembelajaran itu akan berhasil, jika guru sekolah minggu pun memiliki seperangkat kemampuan atau ketrampilan  yang merupakan syarat keberhasilan proses pembelajaran.
Berdasarkan uraian teori di atas, maka dalam kaitannya dengan pelaksanaan pembelajaran sekolah minggu, khususnya di Lembaga GPI Papua, maka peran dan fungsi pengasuh sebagai seorang guru / pendidik  merupakan unsur yang penting.  Sekolah minggu merupakan kegiatan gereja untuk menjangkau dan membawa setiap anak kepada Tuhan Yesus, serta mengajarkan Alkitab untuk mengubah kehidupan mereka menjadi murid Yesus yang penuh pengharapan. 
Harapan yang paling utama ialah memperoleh keselamatan.  Keselamatan yang dapat diperoleh dengan mengimani atau mempercayai Tuhan Yesus, yang diajarkan di sekolah minggu, (Leo, 2008 : 2).  Dalam Alkitab Perjanjian Baru,  menjelaskan Yesus adalah seorang guru. 
Menurut Stefanus, (2009:7), sebutan yang paling banyak digunakan untuk Yesus dalam keempat Injil adalah Guru.  Bahkan Yesus menyebut diriNya sebagai guru, ( Mat, 23:8, Mrk, 14:14, Lukas 22 :11; Yoh, 13 : 13 -14).
       Dengan meneladani pola hidup Yesus dalam kehadiranNya juga sebagai seorang “ Guru “  maka peran pengasuh sekolah minggu GPI Papua disebut juga sebagai guru/pendidik.
Tak dapat disangkal bahwa terdapat banyak sekali pemahaman seputar pengasuh. Beberapa hal tersebut dan juga pemahaman Saudara-saudari juga telah memperlihatkannya. Nah, sekarang giliran saya.
Menurut penulis, Pengasuh sekolah minggu  adalah orang-orang Kristen terpilih dari Jemaat setempat yang sungguh-sungguh percaya kepada Allah di dalam Yesus Kristus  untuk mengasuh generasi penerus gereja (anak hingga remaja) di bawah bimbingan Roh Kudus untuk mengetahui, memahami, menghayati dan mewujudnyatakan kehendak Allah di dunia ini. Aktivitas mengasuh yang dimaksudkan di sini meliputi: memelihara, mendidik, menjaga, mengurus, melindungi, memperhatikan, menghargai, membelai, membesarkan, memberi, merawat, membela, mendorong, menganjurkan, meneliti,  menaruh harapan/ kepercayaan/ keyakinan. Proses mengasuh yang dimaksudkan dilakukan kepada anak-anak dan para remaja Kristen sehingga mereka, anak-anak dan para remaja, mengetahui, memahami, menghayati, dan mewujudnyatakan kehendak Allah dalam kehidupan mereka di dunia ini.
Daftar Rujukan
Beckwith Ivy,2011. Gembalakanlah Anak-anak Dombaku,Cara Tepat Membentuk Rohani Anak-anak Menjadi Generasi Baru yang kuat, Yogyakarta : Andi
Daryanto, 2002, Standard Kompetensi dan Penilaian Kinerja Guru Profesional, Yogyakarta : Gava Media
Lembaga Alkitab Indonesia, 2013. Alkitab, Jakarta : LAI
Leo Sutanto, 2008. Kiat Sukses mengelola dan Mengajar Sekolah Minggu, Panduan Praktis Untuk Menyegarkan, memotivasi dan mengilhami Guru dan aktivis sekolah minggu, Jogjakarta : Andi
Musfah Jejen, 2011. Peningkatan Kompetensi Guru, Melalui Pelatihan Teori dan Sumber Belajar Teori dan Praktik. Jakarta : Kencana Prenada Media.
Stefanus Daniel, 2009. Sejarah PAK Tokoh-Tokoh Besar PAK, Bogor : Bina Media Informasi.
Syatura Nuni Yusvavera,2013.  Desain relasi Efektif Guru dan Murid, Jogjakarta: Buku Biru.
Sinode GPI Papua, 2008. Tata Gereja GPI Papua, Fakfak : Badan Pekerja Sinode GPI Papua
Sanjaya Wina, 2008. Kurikulum dan Pembelajaran, Jakarta : Kencana Prenada Media Group.


[1] Sardiman, ( 2008 : 125)
[2] Daryanto, (2013:147),

Tidak ada komentar:

Posting Komentar