KONSEP DIRI PENGASUH / Guru
SEKOLAH MINGGU
I. Pengantar
Berbicara tentang konsep diri
pengasuh / Guru Sekolah Minggu -Tunas Pekabaran Injil (SM-TPI), maka ada hal
yang mendasar yang perlu ditegaskan yakni : ” Kualitas Konsep Diri ” , aku/saya
sebagaimana dipersepsikan/dipahami olehku, ” aku adalah ” I am what I think I
am ” dan ” aku ingin dilihat sebagai seorang yang ”.... I am what I want to be
”.....sebagaimana yang aku inginkan ”.
Dengan memperhatikan kualitas Konsep diri ini,
maka ada dua pertanyaan penting yang
perlu dikemukakan. Kedua pertanyaan tersebut adalah: APA dan BAGAIMANA.
Pertanyaan APA menunjuk kepada apa yang para pengasuh/guru sekolah minggu pahami tentang pengasuh ( guru sekolah
minggu)? Sementara pertanyaan BAGAIMANA menunjuk kepada bagaimana para pengasuh
/ guru sekolah minggu menjadi pengasuh/guru sekolah minggu yang baik?
Berdasarkan Petunjuk Pelaksanaan Persekutuan Anak dan Remaja Gereja Protestan
Indonesia (JUKLAK PAR GPI Papua) dengan menunjuk pada pertanyaan ” Apa yang
Pengasuh pahami tentang Pengasuh, atau yang dipahami tentang dirinya sebagai
pengasuh ? dan Bagaimana menjadi
pengasuh yang baik?
Berdasarkan JUKLAK PAR GPI
Papua, Bab IV pasal 9 menjelaskan
Pengasuh berperan sebagai Gembala, Guru, Pendidik, Kakak, Sobat/Sahabat, Bunda,
Bapa, Pembina, Penuntun, Pengayom, dan
Pelayan dapat melakukan mengontrolan, pengawasan, pembimbingan, pengayoman dan
pelayanan menurut pola pelayanan GPI Papua yaitu Sebagai Hamba yang taat dan
mengosongkan dirinya untuk melayani bukan dilayani.
Pengasuh Sekolah minggu perannya sebagai guru/pendidik,
kakak, sahabat, pendamping seperti yang dijelakan dalam JUKLAK PAR GPI Papua.
Namun dalam materi ini, kita mengkaji peran pengasuh hanya sebagai “ gembala “
dan pendidik atau guru “.
a. Pengasuh
Sebagai Gembala
Dalam
Injil Yohanes 10 : 1 – 20, menjelaskan bahwa Yesus adalah sebagai gembala.
Gembala yang baik selalu peduli,
mengenal bahkan berkorban untuk domba-dombanya. Bahkan dalam Injil
Yohanes 21 : 15 – 19, penulis menceritakan suatu percakapan datau dialog antara
Yesus dan Simon Petrus “ dimana Yesus memberi penegasan kepada Petrus, jika
Petrus mengasihi Yesus, maka ia harus menggembalakan domba-domba, jelas dalam
kalimat Yesus : “ Gembalakanlah domba-dombaKu, ayat 16-17”.
Dari
penjelasan ini, maka jelaslah bahwa Pengasuh juga berperan sebagai “ gembala “.
Gembala yang selalu mendampingi, memperhatikan, peduli bahkan rela berkorban
dalam melayani anak-anak. Beckwith,
(2011 : 70) menjelaskan sebagai contoh, jika seorang gembala kaum muda ingin
anak-anak muda yang ia asuh berpikir bahwa Allah itu “ keren “ atau apa pun
istilahnya, ia akan menciptakan ritual yang dapat menolong mereka untuk
memandang dan memahami Allah sebagai pribadi yang “ keren “. Karena itu, dalam
tugas panggilan pengasuh sebagai gembala, ia harus mampu membawa anak-anak untuk
lebih dekat dan kenal dengan Allah di dalam Yesus Kristus.
Para
pengasuh hendaknya meneladani Yesus
sebagai seorang Gembala yang baik, yang selalu memperhatikan domba-dombanya,
(bdk. Lukas 15 ).
Abineno menyoroti tentang motif
gembala dalam perspektif Alkitab yaitu ekspresi dari pengajaran atau
pemeliharaan Allah yang penuh dengan kasih dan penghiburan . Dalam perannya
sebagai gembala, guru Sekolah minggu/Pengasuh mempunyai tanggung jawab untuk
memelihara, membimbing, dan mengarahkan peserta didik untuk hidup sesuai
imannya. Guru Sekolah minggu/Pengasuh hendaknya mengaktualisasikan perannya ini
dengan sikap yang lembut dan penuh kasih tetapi juga tegas.
b. Pengasuh sebagai
seorang Guru/Pendidik
Sebutan “ guru
“ sudah tidak asing lagi bagi kita semua. “ Pengasuh “ dalam melayani anak-anak
sekolah minggu, ia di sebut juga sebagai “ guru “.Guru mempunyai peran yang
sangat penting dalam proses pendidikan. Syatra Yusvavera menjelaskan, (2013 :
550),Guru diartikan sebagai seseorang yang pekerjaannya adalah mengajar.
Berkaitan dengan
tugas pengasuh sebagai seorang “ Guru “ Maka ada beberapa hal yang mesti
dimiliki sebagai Guru yakni, Kompetensi dalan melakukan peran dan fungsinya
sebagai Guru.
c.
Pengasuh/Guru SM Sebagai Konselor
Di sekolah minggu, Para
pengasuh terkadang berhadapan dengan peserta didik yang mempunyai masalah baik
yang berhubungan dengan proses pembelajaran maupun masalah-masalah yang
berlatar belakang tentang keluarganya. Dalam hal ini guru SM/Pengasuh tidak
boleh tinggal diam.
Ia wajib memberikan
penguatan kepada peserta didik untuk dapat menghadapi dan menemukan jalan
keluar atas masalah yang dialaminya. Bentuk perhatian konkrit yang dapat
ditunjukkannya adalah dengan bersedia mendengar keluhan peserta didik dan
memotivasinya dengan sikap yang simpatik. Abineno manyarankan agar sebagai
seorang konselor, hendaklah ia seorang yang praktis, seorang yang mengasihi
penderita yang ia tolong dan (di samping itu) terutama seorang yang cukup
mempunyai pengetahuan tentang kehidupan. Ditambahkannya lagi, bahwa seorang
konselor dalam ikhtiar-ikhtiar dan nasihat-nasihatnya harus mempunyai sifat
yang jelas dan konkrit. Ikhtiar-ikhtiar dan nasihat-nasihat itu harus dapat
digunakan dalam praktik .
Peran dan Fungsi Guru
Sebutan guru tidak asing lagi dalam
keseharian kita. Guru menjadi elemen
yang penting dalam proses pembelajaran.
Tanpa seorang guru, proses pembelajaran tidak akan berjalan dengan baik.
Dalam kaitan ini, tidak berlebihan jika dikatakan bahwa keberadaan guru bagi
keberlangsungan pelaksanaan pembelajaran sangatlah penting.
Nawawi (1989), dalam barizi, (2009:142),
kita sering mendengar istilah “ “ pendidik “ seringkali diwakili oleh istilah “
guru “ orang yang bekerja di bidang pendidikan dan pengajaran yang ikut bertanggungjawab
dalam membantu anak didik mencapai kedewasaan masing-masing. Menurut Barizi, (2009: 143), Guru dalam
pengertian tersebut bukan hanya sekedar orang yang berdiri di depan kelas untuk
menyampaikan materi pelajaran, akan tetapi guru adalah anggota masyarakat yang
ikut bertanggungjawab, mengarahkan perkembangan anak didiknya untuk menjadi
anggota masyarakat sebagai orang dewasa.
Nasution (1988) dalam Barizi, (2009 : 143) menjelaskan guru memiliki
beberapa tugas yakni : 1) sebagai orang yang mengkomunikasikan
pengetahuan.
Tugas ini
mengharuskan guru harus memiliki pengetahuan yang mendalam, dan konsekuensinya
guru tidak boleh berhenti belajar, karena ilmu pengetahuan yang akan diberikan
kepada anak didiknya terlebih dahulu harus dipelajari. 2) Guru sebagai model
berkaitan dengan bidang studi yang diajarkan sebagai sesuatu yang berdayaguna,
dan bisa dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Guru menampakkan model sebagai pribadi yang
berdisiplin, cermat berpikir, mencintai pelajarannya, penuh idealisme, dan luas
dedikasi. Daryanto, (2013:1). Dalam dunia pendidikan, keberadaan seorang
guru merupakan salah satu faktor utama yang sangat signifikan. Guru merupakan
bagian penting dalam proses belajar mengajar, baik di jalur pendidikan formal
maupun informal.
[1]
Guru adalah salah
satu komponen manusiawi dalam proses belajar mengajar yang ikut berperan dalam
usaha pembentukan sumber daya manusia yang potensial. Sedangkan mMenurut kamus besar bahasa
Indonesia terdapat pengertian kata citra. Citra merupakan gambaran, rupa, yang
dimiliki mengenai seseorang.
Djamin (199) dalam Daryanto, (2013:9)
mengemukakan citra guru mempunyai arti sebagai suatu penilaian yang baik dan
terhormat terhadap keseluruhan penampilan yang merupakan sosok pengembang profesi
ideal dalam lingkup fungsi, peran dan kinerja. Citra guru ini tercermin melalui
keunggulan mengajar, memiliki hubungan yang harmonis dengan peserta didik, dan
memiliki hubungan yang harmonis pula dengan sesama seprofesi dan pihak lain
dalam sikap maupun kemampuan professional.
Dari sudut pandang
peserta didik, citra guru ideal adalah seseorang yang senantiasa memberi
motivasi belajar yang mempunyai sifat-sifat keteladanan, penuh kasih sayang,
serta mampu mengajar di dalam suasana yang menyenangkan.
Daryanto, (2013:1), filosofi sosial budaya
dalam pendidikan di Indonesia, telah menempatkan fungsi dan peran guru
sedemikian rupa sehingga para guru di Indonesia tidak jarang telah diposisikan
mempunyai peran ganda bahkan multi fungsi.
Mereka dituntut tidak hanya sebagai pendidik yang harus mampu
mentransformasikan nilai-nilai ilmu pengetahuan, tetapi sekaligus sebagai
penjaga moral bagi anak didik. Sedangkan
menurut Sidjabat, (2011 : 65), guru merupakan unsur yang penting dalam kegiatan
mengajar. Hal ini sangat beralasan karena, seperti yang diungkapkan oleh Hill
(1982), gurulah yang membimbing peserta didiknya untuk mengenal, memahami dan
menghadapi dunia tempatnya berada. Dunia yang dimaksudkan disini adalah sunia
pengetahuan, dunia iman, dunia karya dan dunia sosial budaya.
Sedangkan menurut
Sidjabat, (2011:65), guru merupakan unsur penting dalam kegiatan mengajar. Ia
hadir sebagai pendidik, tetapi juga sebagai pembimbing yang membimbing peserta
didik untuk belajar mengenal, memahami dan menghadapi dunia tempatnya
berada. Dunia yang dimaksudkan disini
adalah dunia ilmu pengetahuan, dunia iman, dunia karya dan dunia social budaya.
Dari pandangan beberapa ahli di atas,
memberikan pengertian bahwa guru sebagai sosok atau figur yang mempunyai peranan
sangat penting, ketika ia hadir, dan melaksanakan tugasnya mengajar dan
mendidik peserta didik, untuk membangun sumber daya manusia yang
berintelektual, dan bermoral, dalam pikiran dan tindakannya. Menurut Syatra, (
2013 : 57 ) Guru adalah salah satu
komponen manusia dalam proses belajar mengajar yang sangat berperan dalam
mengarahkan anak didik kea rah pembentukan sumber daya manusia yang potensial
dalam pembangunan. Oleh karena itu guru
merupakan salah satu unsur di bidang kependidikan, maka ia ia dituntut untuk berperan secara aktif dan menempatkan
kedudukannya sebagai tenaga professional, sesuai dengan tuntutan ilmu yang
semakin berkembang.
Menurut
Nawawi,(1989) dalam Barizi, (2009:142), guru adalah orang yang pekerjaannya
mengajar, dan ikut bertanggung jawab dalam membantu anak didik mencapai
kedewasaan masing-masing. Guru, dalam
pengertian tersebut, bukan hanya sekedar orang yang berdiri di depan kelas
untuk menyampaikan materi pengetahuan (mata pelajaran) tertentu, akan tetapi
guru adalah anggota masyarakat yang harus ikut bertanggung jawab mengarahkan
perkembangan anak didiknya untuk menjadi anggota masyarakat sebagai orang
dewasa.
Dalam peran dan fungsinya, seorang guru
tidak hanya mengutamakan mata pelajaran, tetapi harus juga memperhatikan anak
itu sendiri sebagai manusia yang perlu dikembangkan pribadinya. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh
Sardiman, (Pers, 1987) “ guru tidak semata-mata sebagai pengajar “ yang
mentransfer knowledge, tetapi juga sebagai “ pendidik “ yang mentransfer values, sekaligus sebagai pembimbing
yang memberikan pengarahan dan penuntun bagi anak didik dalam belajar. Menurut Abdurrahman dalam Syatara, (2013:
58-59), seorang guru harus berperan sebagai (1), motivator yang hendaknya
memberi dorongan kepada anak didik secara aktif, kreatif, (2), fasilitator,
yang berupaya menciptakan suasana dan menyediakan fasilitas yang memungkinkan
anak didik dapat berinteraksi secara positif, aktif dan kreatif, (3),
organisatoris, yang mengatur, merencanakan, memprogramkan dan mengorganisasikan
kegiatan pembelajaran, (4), informator, yang selalu memberikan informasi yang
selalu diperlukan anak didik, (5), konselor, memberikan bimbingan dan
penyuluhan kepada anak didik yang mempunyai permaslaahan.
Berdasarkan
uraian teori di atas, maka dalam kaitannya dengan pelaksanaan pembelajaran
sekolah minggu, khususnya di Lembaga GPI Papua, maka peran dan fungsi seorang
guru / pengasuh sekolah minggu merupakan unsur yang penting. Sekolah minggu merupakan kegiatan gereja untuk
menjangkau dan membawa setiap anak kepada Tuhan Yesus, serta mengajarkan
Alkitab untuk mengubah kehidupan mereka menjadi murid Yesus yang penuh
pengharapan. Harapan yang paling utama
ialah memperoleh keselamatan.
Keselamatan yang dapat diperoleh dengan mengimani atau mempercayai Tuhan
Yesus, yang diajarkan di sekolah minggu, (Leo, 2008 : 2). Dalam Alkitab Perjanjian Baru, menjelaskan Yesus adalah seorang guru. Menurut Stefanus, (2009:7), sebutan yang
paling banyak digunakan untuk Yesus dalam keempat Injil adalah Guru. Bahkan Yesus menyebut diriNya sebagai guru, (
Mat, 23:8, Mrk, 14:14, Lukas 22 :11; Yoh, 13 : 13 -14).
Dengan
meneladani pola hidup Yesus dalam kehadiranNya juga sebagai seorang “ Guru
“ maka peran dan tugas Guru sekolah
minggu GPI Papua sangatlah jelas di atur
dalam Peraturan Pelaksanaan (PERLAK) GPI
Papua nomor 7, tentang Tata Pelayanan Anak dan Remaja, pasal 2 menjelaskan bahwa tujuan dari Pelayanan Persekutuan Anak dan Remaja Gereja Protestan
Indonesia di Papua (PAR GPI Papua) adalah : mendidik, membina dan memberdayakan
Anak dan Remaja Gereja Protestan Indonesia di Papua untuk : (1), mengenal,
percaya dan mengasihi Yesus kristus sebagai Tuhan dan Juruselamatnya, (2), memahami diri dan menghayati
tanggungjawab sebagai anggota gereja untuk menjadi garam dan terang di
lingkungannya, (3), memahami dan menghargai persekutuan hidup keluarga,
bergereja, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, (4), mencintai pendidikan
sebagai sarana pembentukan manusia Indonesia yang berkualitas. Dengan demikian, makna
sekolah minggu sama pentingnya
dengan sekolah formal yang mengajarkan pengetahuan, ketrampilan dan pembentukan
mental dan spiritual anak, maka tugas dan
peran seorang guru sekolah minggu sangat penting.
b. Kompetensi Profesional Guru
Johnson, (1974) dalam Sanjaya, (2008:277) Competency as rational performance which satisfactorily meets tha
objective for a desired condition “ . menurutnya kompetensi merupakan
perilaku rasional guna mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan
kondisi yang diharapkan. Dengan
demikian, suatu kompetensi ditunjukan oleh penampilan atau unjuk kerja yang
dapat dipertanggungjawabkan (rasional) dalam upaya mencapai suatu tujuan.
,[2]
Kompetensi merupakan
seperangkat kemampuan yang harus dimiliki guru searah dengan kebutuhan
pendidikan di sekolah (kurikulum), tuntutan masyarakat, dan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Daryanto, (2013:157), untuk melaksanakan proses
pendidikan dan pengajaran, guru hrus memiliki seperangkat kompetensi yang harus
dikuasai dan dimiliki.
Menurut barlow, dalam Muhibin Syah ( 1995:230), Kompetensi adalah “ the ability og a teacher to responsibly
perform his or her duties appropriately, atau kemampuan seorang guru untuk
menunjukkan secara bertanggungjawab tugas-tugasnya dengan tepat.
Menurut Sanjaya, (2008:277) sebagai
suatu profesi terdapat sejumlah kompetensi yang dimiliki oleh seorang guru,
yaitu meliputi kompetensi pedagogic, pribadi, professional dan kompetensi
sosial kemasyarakatan.
Musafah,
(2011:27), pemaknaan kompetensi dari
sudut istilah mencakup beragam aspek, tidak hanya terkait dengan fisik dan
mental, tetapi juga aspek spiritual.
Mulyasa, (2007b) dalam Musafah, (2011:7), kompetensi guru merupakan
perpaduan antara kemampuan personal, keilmuan, teknologi, sosial dan spiritual
yang secara kafah membentuk kompetensi standar profesi guru, yang mencakup
penguasaan materi, pemahaman terhaap peserta didik, pembelajaran yang mendidik, pengembangan
pribadi dan profesionalitas.
Daryanto, (2013:157), untuk melaksanakan
proses pendidikan, kususnya dalam pelaksanaan pembelajaran, guru harus memiliki
seperangkat kompetensi yang harus dikuasai dan dimilikinya. Musafah, (2011:30),
dalam perspektif kebijakan nasional, pemerintah telah merumuskan empat jenis
kompetensi guru, sebagaimana tercantum dalam Penjelasan Peraturan Pemerintah
No. 19 tahun 2005, tentang Standar
Nasional Pendidikan, yaitu : Kompetensi pedagogis, kepribadian, sosial dan professional. Guru diharapkan dapat
menjalankan tugasnya secara professional dengan memiliki dan menguasai empat
kompetensi tersebut. Berikut
dijelaskan hal-hal yang terkait dengan kompetensi guru :
1)
Kompetensi Pedagogis; Tugas utama guru
ialah mengajar dan mendidik murid di kelas. Guru selalu berhadapan dengan murid
yang selalu memerlukan pengetahuan, ketrampilan dan sikap utama untuk menghadapi hidupnya di masa
depan. Menurut Badan Standar Nasional
Pendidikan (2006:88), yang dimaksud dengan Kompetensi Pedagogis adalah :
Kemampuan dalam pengelolaan peserta didik
yang meliputi : (a) pemahaman wawasan atau landasan pendidikan; (b)
pemahaman tentang peserta didik;(c) pengembangan kurikulum/silabus;(d)
perancangan pmbelajaran;(e) Pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan
dialogis; (f) evaluasi hasil belajar, dan (g) pengembagan peserta didik untuk
mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Menurut Musfah, (2011:31), Dalam komptensi
pedagogik ini, khususnya tentang landasan kependidikan, maka seorang guru harus
memahami hakekat pendidikan dan konsep yang terkait dnegannya. Yakni fungsi dan
peran lembaga pendidikan. Pemahaman yang benar tentang konsep pendidikan, akan
membuat guru sadar posisi strateginya di tengah masyarakat dan perannya yang
besar bagi upaya pencerdasan generasi bangsa.
BNSP, (2006:88) dalam Musafah, (2011:31), Sedangkan pemahaman tentang
peserta didik, guru harus mengenal dan memahami siswa dengan baik, memahami
tahap perkembangan yang telah dicapainya, kemampuannya, keunggulannya dan
kekurangannya, hambatan yang dihadapinya serta factor dominan yang
mempengaruhinya. Musafah, (2011:34),
Sedangkan tentang pengembangan
kurikulu/silbaus, setiap guru menggunakan buku sebagai bahan ajar, dan memahami
hakakeat dari kurikulum. Berkaitan dengan itu, maka
seorang pengasuh/Guru Sekolah Minggu diharapkan dapat memiliki sebuah
pengetahuan yang baik dalam perannya sebagai pengasuh/guru yang terus mengajar
anak-anak sekolah minggu.
2)
Kompetensi kepribadian; kompetensi
Kepribadian, yaitu “ kemampuan kepribadian yang (a) berakhlak mulia, (b)
mantap, stabil dan dewasa,(c) arif dan bijaksana,(d) menjadi teladan,(e)
mengevaluasi kinerja sendiri,(f) mengembangkan diri, dan g(religious). Berkaitan dengan ini, maka seorang
pengasuh harus menunjukkan sikap hidup yang berakhalk mulia, bijaksana, bahkan
ia harus bisa menjadi teladan yang baik. Belajar meneladani Yesus sebagai Guru
yang agung, memberikan teladan yang baik bagi murid-muridNya.
3)
Kompetensi Sosial; Musfah, (2011:52), seorang
guru dalam kehidupannya selalu berdampingan dengan orang lain. Guru diharapkan
dapat memberi contoh yang bak terhadap lingkungan dan menjalankan hak dan kewajibannya sebagai bagian
dari masyarakat sekitarnya. Kompetensi
sosial merupakan kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk
berkomunikasi lisan dan tulisan, menggunakan teknologi komunikasi dan informasi
secara fungsional, bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama
pendidik, tenaga kependidikan, orangtua/wali peserta didik, dan bergaul secara
santun dengan masyarakat sekitar. Berkaitan dengan ini, maka diharapkan pengasuh/GSM memiliki
relasi sosial yang tinggi, dalam melakukan tugasnya.
4)
Kompetensi Profesional; Menurut Musfah, (2011:54), Tugas guru adalah
mengajarkan pengetahuan kepada murid. Guru tidak sekedar mengetahui materi yang
akan diajarkannya, tetapi memahaminya secara luas dan mendalam. Oleh karena itu
murid harus belajar memperdalam pengetahuannya terkait mata pelajaran yang
diampunya. Badan Standar Nasional
Pendidikan, (2006:88), kompetensi Profesional adalah kemmapuan penguasaan materi
pembelajaran yang meliputi : (a) konsep, struktur, dan metode
keilmuan/teknologi/seni yang menaungi/koheren dengan materi ajar; (b) materi
ajar yang ada dalam kurikulum sekolah;(c) hubungan konsep antar mata pelajaran
terkait;(d) penerapan konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari; dan (e)
kompetensi secara professional dalam konteks global dengan tetap melestarikan
nilai dan budaya masyarakat.
Dari penjelasan di atas, maka menurut penulis
kompetensi guru ini semestinya menjadi ukuran yang semestinya dimiliki
oleh seorang guru, dalam kelayakan tugasnya yang membelajarkan siswa. Oleh karena itu, seorang guru harus bisa menguasai seperangkat
kemampuan agar ia dapat menjalankan tugasnya
di dasarkan pada keahlian atau ketrampilan yang dimilikinya, dalam
menunjang keberhasilan proses
pembelajaran.
Dalam Pelaksanaan pembelajaran sekolah minggu di gereja khususnya di
Lembaga GPI Papua, maka para pengasuh/guru
sekolah minggu diharapkan memiliki empat komptensi yang telah disebutkan. Sebab proses pembelajaran itu akan berhasil,
jika guru sekolah minggu pun memiliki seperangkat kemampuan atau
ketrampilan yang merupakan syarat
keberhasilan proses pembelajaran.
Berdasarkan uraian teori di atas, maka dalam kaitannya dengan pelaksanaan
pembelajaran sekolah minggu, khususnya di Lembaga GPI Papua, maka peran dan
fungsi pengasuh sebagai seorang guru / pendidik
merupakan unsur yang penting.
Sekolah minggu merupakan kegiatan gereja untuk menjangkau dan membawa
setiap anak kepada Tuhan Yesus, serta mengajarkan Alkitab untuk mengubah
kehidupan mereka menjadi murid Yesus yang penuh pengharapan.
Harapan yang paling utama ialah memperoleh keselamatan. Keselamatan yang dapat diperoleh dengan
mengimani atau mempercayai Tuhan Yesus, yang diajarkan di sekolah minggu, (Leo,
2008 : 2). Dalam Alkitab Perjanjian
Baru, menjelaskan Yesus adalah seorang
guru.
Menurut Stefanus, (2009:7), sebutan yang paling banyak digunakan untuk
Yesus dalam keempat Injil adalah Guru.
Bahkan Yesus menyebut diriNya sebagai guru, ( Mat, 23:8, Mrk, 14:14,
Lukas 22 :11; Yoh, 13 : 13 -14).
Dengan meneladani pola hidup
Yesus dalam kehadiranNya juga sebagai seorang “ Guru “ maka peran pengasuh sekolah minggu GPI Papua
disebut juga sebagai guru/pendidik.
Tak dapat disangkal bahwa
terdapat banyak sekali pemahaman seputar pengasuh. Beberapa hal tersebut dan
juga pemahaman Saudara-saudari juga telah memperlihatkannya. Nah, sekarang
giliran saya.
Menurut penulis, Pengasuh sekolah minggu adalah orang-orang Kristen terpilih dari Jemaat
setempat yang sungguh-sungguh percaya kepada Allah di dalam Yesus Kristus untuk mengasuh generasi penerus gereja (anak
hingga remaja) di bawah bimbingan Roh Kudus untuk mengetahui, memahami,
menghayati dan mewujudnyatakan kehendak Allah di dunia ini. Aktivitas mengasuh
yang dimaksudkan di sini meliputi: memelihara, mendidik, menjaga, mengurus,
melindungi, memperhatikan, menghargai, membelai, membesarkan, memberi, merawat,
membela, mendorong, menganjurkan, meneliti,
menaruh harapan/ kepercayaan/ keyakinan. Proses mengasuh yang
dimaksudkan dilakukan kepada anak-anak dan para remaja Kristen sehingga mereka,
anak-anak dan para remaja, mengetahui, memahami, menghayati, dan
mewujudnyatakan kehendak Allah dalam kehidupan mereka di dunia ini.
Daftar Rujukan
Beckwith Ivy,2011. Gembalakanlah Anak-anak Dombaku,Cara Tepat
Membentuk Rohani Anak-anak Menjadi Generasi Baru yang kuat, Yogyakarta :
Andi
Daryanto, 2002, Standard Kompetensi dan Penilaian Kinerja Guru Profesional,
Yogyakarta : Gava Media
Lembaga Alkitab Indonesia, 2013. Alkitab, Jakarta : LAI
Leo Sutanto, 2008. Kiat
Sukses mengelola dan Mengajar Sekolah Minggu, Panduan Praktis Untuk
Menyegarkan, memotivasi dan mengilhami Guru dan aktivis sekolah minggu,
Jogjakarta : Andi
Musfah Jejen, 2011. Peningkatan Kompetensi Guru, Melalui Pelatihan Teori dan Sumber Belajar
Teori dan Praktik. Jakarta : Kencana Prenada Media.
Stefanus Daniel, 2009. Sejarah
PAK Tokoh-Tokoh Besar PAK, Bogor : Bina Media Informasi.
Syatura Nuni
Yusvavera,2013. Desain relasi Efektif Guru dan Murid, Jogjakarta:
Buku Biru.
Sinode GPI Papua, 2008. Tata Gereja GPI Papua, Fakfak : Badan Pekerja Sinode GPI Papua
Sanjaya Wina, 2008. Kurikulum dan Pembelajaran, Jakarta : Kencana Prenada Media Group.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar